21. Bulu Tangkis

3.9K 414 418
                                    

Pagi ini kelas Vista bersama dua kelas lainnya mendapatkan jadwal bersamaan dalam pengambilan nilai permainan bola kecil. Setiap kelas dibebaskan memilih satu permainan sesuai dengan materi yang telah diajarkan.

"Lo yakin mau ikut ambil nilai hari ini?" tanya Jesen yang meragukan kemampuan Vista. Dia yakin sekali bahwa kaki Vista belum benar-benar sembuh jika digunakan untuk berolahraga.

"Yakin."

Entah sudah berapa kali Vista menjawab hal yang sama, dia sudah berhenti menghitung sejak Jesen bertanya untuk yang kedelapan kalinya.

"Tapi gue liat-liat, lo masih sedikit pincang." Orly ikut berkomentar.

Vista menarik napas panjang sebelum menghembusnya dengan kasar. "Gue bisa kok, udah nggak begitu sakit."

"Kelas kita milih bulu tangkis loh, lo yakin bisa lari-lari?"

"Nggak sampe muterin lapangan juga, 'kan?" tanya Vista malas.

Orly mengerutkan keningnya. "Muter waktu pemanasan."

Vista mengibas-ngibaskan tangannya di udara, pertanda agar teman-temannya harus diam. Enggan mendengar celotehan mereka, Vista mempercepat langkahnya menuju lapangan olahraga. Sepuluh menit lalu Pak Reo, guru olahraga yang mengajar di kelas XII sudah memanggil mereka.

Setelah sampai di pinggir lapangan, Vista bisa melihat cukup banyak siswa/siswi yang berdiri di tengah lapangan dengan balutan seragam olahraga berwarna biru muda bercampur putih.

"What?!"

Vista menghentikan langkahnya secara tiba-tiba hingga membuat Jesen dan Orly yang berjalan di belakangnya menabrak punggung Vista.

"Lo berdua ngapain, sih?" tanya Vista yang cukup kesal karena dia sedikit terdorong ke depan.

Jesen melotot. "Lo yang kenapa?! Ngapain berhenti tiba-tiba?"

Perlahan tangan Vista menunjuk ke arah tengah lapangan, tepatnya pada sekumpulan anak laki-laki yang mulai berbaris. "Itu Achio sama temen-temennya, 'kan?"

"Iya," jawab Orly santai. "Setiap ada pengambilan nilai, kelas kita selalu gabung sama kelasnya dia."

"XII IPS 1, XII IPS 2, XII IPS 3, apa salahnya? Kita IPS 1, kelas Achio IPS 3, 'kan?"

Vista mengeluh dalam hati, dia melupakan fakta itu. Harusnya dia bisa masuk kelas IPA saja daripada IPS. Bukannya apa-apa, dia malas sekali harus sering-sering bertemu dengan Achio.

Pritt!!

"Eh, pocong!" Jesen kaget sekali saat mendengar suara peluit dari guru mereka.

"Kalian bertiga, cepat kesini!!" Pak Reo berkacak pinggang dari tengah lapangan hingga membuat Vista, Orly, dan Jesen segera berjalan menuju barisan kelas mereka.

Setelah melihat semua muridnya berbaris rapi, Pak Reo mulai mengeluarkan sebuah buku yang berisi lembaran absen tiga kelas itu. "Untuk sekretaris setiap kelas silakan maju dan sampaikan teman-teman yang tidak hadir hari ini."

Tiga orang siswi maju bersamaan, di tangan dua orang dari mereka membawa selembar kertas berisi nama teman-teman mereka yang tidak hadir. Satunya lagi tidak membawa apa-apa karena mungkin saja semua teman kelasnya hadir.

"Minggu-minggu kemarin saya sudah menjelaskan beberapa permainan bola kecil." Pak Reo memperhatikan catatan yang dia bawa. "Seperti biasa, hari ini saya harus mengambil nilai dari setiap bab yang telah diselesaikan."

Tatapan Pak Reo jatuh pada barisan siswa/siswi kelas IPS 1. "Mana ketua kelas IPS 1?"

Seorang laki-laki mengacungkan tangannya. "Saya, Pak. Kelas kami sepakat memilih bulu tangkis."

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang