"Sakit, bego!" Oza melindungi keningnya yang memar dari tangan Kara yang dengan jahil menekannya.
Pagi tadi dia terbangun di atas lantai, sialnya lagi dia sadar bahwa dia berada di ruangan keluarga. Kaki Ayahnya berada di depan wajah, Oza mendongak lalu menangkap laki-laki paruh baya itu sedang membaca koran. Oza kesulitan menelan ludahnya saat Ayahnya mulai mengomel dan memukulnya kencang dengan tebalnya gulungan koran.
Bernasib hampir sama, Desmon pun sama kacaunya. "Ngapain lo nyuruh Vista bawa kita ke rumah masing-masing?!"
Kara tidak henti-hentinya tertawa, puas sekali menatap teman-temannya sengsara. "Siapa suruh nggak mau nungguin gue?!"
Karena Naresh harus ke luar negeri selama beberapa hari, mereka bertiga sudah berniat akan menginap di rumah Achio. Bahkan Oza dan Desmon sudah meminta izin, mengatakan bahwa tidak akan macam-macam dan hanya akan menghabiskan waktu di dalam rumah Achio.
Tapi sialnya, Kara yang tidak terima tidak jadi ikut karena harus menghadiri acara keluarganya akhirnya merusak rencana mereka. Dengan sengaja laki-laki itu memerintahkan Vista menjemput mereka dan mengantarkan ke rumah masing-masing, bukannya ke rumah Achio.
"Kita mana tau kalau lo ada acara mendadak!" ketus Oza. "Untung aja gue masih bisa napas sampe sekarang."
Desmon masih mengompres sudut bibirnya dengan es batu, Papanya itu sangat tegas dan tidak suka dengan kebohongan. Karena dia mengatakan akan menginap di rumah Achio tapi nyatanya pulang-pulang dengan keadaan mabuk, tamat sudah riwayatnya.
"Makanya kalau masih jadi beban keluarga jangan banyak tingkah!" cibir Glenda yang terlihat sibuk melahap buah strawberry pemberian Kara.
"Lo tuh yang beban!" balas Oza tidak terima dengan ucapan Glenda.
Tidak mengacuhkan Oza, Glenda kini menyenggol-nyenggol lengannya. "Mau?" tanyanya sambil menyodorkan satu buah berwarna merah tersebut.
Achio menggeleng, dia justru menatap apel di genggamannya. Pagi tadi ingin dia letakkan di bangku Vista, tapi dia yakin bahwa Vista tidak akan mau menyentuhnya.
"Samperin, tuh!" Glenda menginjak kaki Achio saat menangkap kehadiran Vista di dalam kantin, gadis itu tampak sedang membeli air mineral. "Buruan tembak, daripada makin runyam."
Melihat itu, Achio cepat-cepat berdiri. Dengan berani dan penuh percaya diri dia berjalan mendekati Vista. "Gue mau ngomong sesuatu."
Sedikit terkejut, Vista cepat-cepat membayar air mineralnya sebelum tangannya ditarik paksa keluar kantin oleh Achio.
"Ngomong di sini juga bisa, 'kan?" Vista sedikit berlari mengikuti langkah besar laki-laki itu.
Achio tidak menjawab, dia terus menarik Vista sampai keduanya sampai di dalam ruang musik.
"Glenda itu saudara sepupu gue!" Achio berucap langsung ke inti, dia menebak-nebak sepertinya Vista mulai menjauhinya semenjak kehadiran Glenda.
Mengerjap-ngerjap, Vista berusaha mencerna dengan baik sesuatu yang baru saja dia dengar. "Saudara?"
Achio mengangguk. "Dia anaknya Tante Sera, adiknya Feron."
Tunggu, ada sesuatu yang harus dipertanyakan lagi. Jika memang saudara sepupu, kenapa awalnya Achio tampak ingin menjauhi Glenda walau pada akhirnya dekat juga?
"Terus kenapa awalnya lo kelihatan nggak suka banget sama dia?"
Menghela napasnya, Achio sepertinya memang harus kembali menarik kenangan pahitnya.
"Saya mau kita cerai!!"
Bentakan lantang itu sepertinya menjadi akhir dari suara-suara pecahan barang yang membuat tubuh seorang anak laki-laki gemetar di dalam kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Teen Fiction"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...