19. Papa

4.7K 468 1.1K
                                    

Vista cukup terkejut dengan fakta ini, tapi karena kedatangannya pagi tadi bersama Romeo nyatanya mampu membuat satu sekolah membicarakannya. Selama beberapa hari terakhir Vista rasanya selalu menjadi pembicaraan paling hangat.

Bagaimana tidak? Mulai dari permasalahannya dengan Achio yang alasannya belum diketahui oleh siswa/siswi. Setelah itu berlanjut tentang kedekatannya dengan Romeo, yang satu ini belum bisa dipastikan jelas karena Vista terlihat baru sekali bersama Romeo.

"Ternyata bener kata Jesen," gumam Vista pelan karena Jesen tadi pagi mengatakan bahwa Romeo cukup terkenal di sekolahnya.

Sekarang terhitung sudah hampir sepuluh menit Vista menunggu di depan gerbang sekolahnya, dia benar-benar menunggu kedatangan Romeo untuk pulang bersama.

"Sepuluh menit lagi dia nggak datang, gue bener-bener pergi," gerutunya sudah sangat kesal. "Bodo amat sama sekolah ini yang katanya mau dia bakar."

Dalam penantian membosankannya, tiba-tiba sebuah mobil yang sangat Vista kenali berhenti di depannya.

"Vista!" Laki-laki paruh baya keluar dari dalam sana dengan tergesa-gesa.

"Om? Ngapain kesini?" tanya Vista bingung sekaligus panik, takut jika Achio melihatnya walau Vista tidak yakin jika Achio masih berada di sekolah.

"Tolong jangan menghindar." Naresh tampak benar-benar frustasi. "Om butuh kamu."

Vista sejujurnya tidak tega bersikap seperti ini, tapi apa boleh buat? Bersama Naresh hanya akan membahayakan nyawanya. "Om fokus aja ke keluarga sendiri dan tolong jauhin Vista."

"Nggak bisa, Vista!" Naresh menatap Vista penuh permohonan, berharap bahwa gadis itu kembali padanya. "Ayo ikut saya!"

Vista menyentak pelan tangan Naresh. "Nggak mau, Vista udah ada janji sama orang."

"Achio ngancem kamu, 'kan?" tanya Naresh penuh selidik. Dia bisa paham dengan cepat bagaimana sifat Vista, gadis ini tidak bisa membohonginya.

"Nggak!"

"Pasti iya!"

Keduanya berbicara serempak. Vista mengelak dan terdengar ragu, sedangkan Naresh mengucap begitu yakin.

Semalam walau istrinya terlelap di sebelahnya, Naresh tidak berhenti memikirkan semuanya. Seolah tidak ada alasan untuk dia tidur, Naresh memikirkan banyak cara di otaknya. Salah satunya cara agar Vista tidak meninggalkannya tapi gadis itu tetap aman dari ancaman putranya.

"Om udah pikirin semuanya, untuk sementara waktu kita kurangi pertemuan." Naresh menarik napasnya. "Tapi tolong jangan pergi, Vista."

"Tap—"

"Kita bisa berkomunikasi lewat telepon, Achio nggak akan tau." Naresh berusaha cukup keras untuk meyakinkan Vista.

"Maaf kalau terkesan memaksa ... tapi kamu mau, 'kan?"

Vista menunduk, banyak hal yang dia pikirkan. Menatap permohonan dari mata laki-laki paruh baya itu membuat Vista lemah. Dari kantung kehitaman di bawah mata sayunya, Vista bisa yakin bahwa Naresh tidak tidur semalaman. Jujur saja, Vista juga tidak mau meninggalkan Naresh dalam kondisi ini. Vista tau kalau sosoknya benar-benar dibutuhkan oleh Naresh.

"Tol—"

"Oke ... Vista mau."

Naresh tersenyum simpul, setidaknya satu beban berkurang dari kepalanya.

"Nanti Om pasti hubungi kamu, Achio nggak akan tahu masalah ini."

Gadis itu mengangguk patuh, melihat senyum Naresh membuat Vista senang. Tidak pernah dia melihat laki-laki setulus Naresh.

VistachioTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang