"Achio, tungguin!!" Glenda menjerit dari depan ruang TU yang berada tidak jauh dari parkiran.
Tiba-tiba Glenda mendapati Achio sedang memakai helm saat baru saja keluar dari ruangan TU setelah mengisi tinta spidol kelasnya agar besok pagi dia tidak perlu ke sana lagi.
"Jangan tinggalin aku!!" Teriakan Glenda yang mampu menarik perhatian semua orang membuat Achio mengurungkan niatnya untuk meninggalkan gadis itu.
Berlari cepat, Glenda sampai di depan Achio dengan napas tersengal-sengal. "Kamu mau dimarahin Om Naresh, hah?!"
Achio yang masih duduk di atas motornya mengepalkan tangannya. "Apa mau lo?!"
Mendengar pertanyaan itu, Glenda tersenyum lebar. "Kita baikan, ya?"
"Bisa berhenti ikut campur masalah keluarga gue?!" Melepas helm, tatapan laki-laki itu membuat Glenda kesulitan meneguk ludahnya.
Achio mengangguk pelan. "Nggak cukup bersekongkol sama Feron, sekarang lo mau libatin Papa gue?"
"Om Feron juga Papa kamu."
Achio berdecih, anggap saja sudah tidak ada hubungan apa-apa lagi antaranya dengan laki-laki brengsek itu.
"Bahkan kamu mirip banget sama Om Feron. Mata, hidung, bibir, semuanya." Glenda menundukkan kepalanya, takut kena semprot. "Makanya Tante Gretha nggak bisa lupain Om Feron."
"Gue masih nggak lupa apa yang lo lakuin dulu!" desis Achio tajam. "Sekarang jangan ganggu gue lagi!!"
Glenda mendongak, menatap wajah Achio yang tampak memerah. "Please, kasih kesempatan sekali aja. Dulu aku cuma anak-anak yang nggak ngerti apa-apa."
"Terus kenapa yang lo perbuat bisa bikin gue benci sama lo selama ini?" Achio tersenyum sinis. "Apa anak-anak emang bertingkah sekurang ajar itu?"
Glenda bungkam selama beberapa saat sampai akhirnya dering ponselnya berbunyi. Selesai membaca pesan itu, dengan tangan gemetar dia menunjukkannya ke depan Achio.
Mata Glenda terpejam, dia bisa merasakan bahwa Achio tengah menatapnya seolah akan membunuhnya. Pesan itu dari Naresh yang menanyakan keberadaan mereka berdua.
"Lupain kejadian nggak enak waktu itu, ya? Ingat aja waktu kita dulu masih deket, kamu nggak pernah mau jauh-jauh dari aku, dan kamu yang selalu jagain aku." Glenda memelas, matanya cukup memanas mengingat kejadian di masa lalu sebelum dia membuat kesalahan yang menghancurkan semuanya.
"Setelah itu, hubungan kita pasti baik-baik aja dan kita bisa ja—"
"Lo bukan siapa-siapa gue!" Achio menekankan setiap katanya. "Itu yang harus diingat!"
Glenda menghembuskan napasnya, sia-sia saja dia memohon. "Ayo, pulang!"
Tanpa minta izin, dia sudah naik ke atas motor. Mati-matian Achio menahan dirinya untuk tidak memukul gadis di belakangnya. Menatap orang-orang yang memperhatikan interaksi mereka, Achio kembali memakai helm dan mulai melajukan motornya.
Saat melewati halte, Achio melihat Vista duduk di sana. Mengenakan hoodie miliknya, Vista tampak mengotak-atik ponselnya. Karena menghentikan motornya dengan tiba-tiba, Glenda terkejut hingga refleks memeluk pinggangnya.
"Lepas, sialan!" Achio membentak keras.
Mendengar itu, Vista mendongak. "Ngapain berhenti di sini?" tanya Vista malas.
Achio tidak menjawab, dia menarik lengan Vista hingga berdiri di sebelah motornya. "Jadi pulang sama Romeo?"
Vista mengangguk, dia benar-benar sudah mengabari laki-laki itu. "Jadi."

KAMU SEDANG MEMBACA
Vistachio
Teen Fiction"Jauhin bokap gue!" "Maksudnya?" Vista memasang tampang polos, memuakkan. Achio menarik kerah seragam Vista, membuat kaki gadis itu sedikit berjinjit. "Gue benci manusia sok polos kayak lo!" desisnya tajam. Menjadi simpanan suami orang itu salah, ta...