24. ALONE

8.5K 371 3
                                    

24

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

24. ALONE

Lagi-lagi kepalanya di benturkan ke tembok dengan keras. "Saya bisa membantumu untuk mengingat, agar anda tidak amnesia."

Kepalanya sungguh pusing dan terasa perih. Darah dari kepalanya mulai keluar secara perlahan. Namun, pria kejam yang sudah berumur tak kunjung berhenti. Menulikan telinganya, dan tidak mau mendengar setiap ucapan permohonan yang dilontarkan oleh sang anak.

"Tolong pah, maafin aku. Aku gak akan ngulangin lagi,"

"Saya gak akan percaya dengan kata-katamu itu."

Pintu terketuk. Saat itu juga pria itu berhenti membenturkan kepalanya. Dengan lemas tangannya mengusap kepalanya yang berdarah, bau anyir menusuk hidung nya. Semakin lama kea terisak, namun mulutnya di tutup supaya tidak terdengar oleh Althair yang berada di lantai atas. Tentu atas ruangan gudang adalah kamar kia, yang saat ini terdapat lelaki itu.

Rezi mengintip dari lubang, melihat siapa yang mengetuk pintu.

"Om ? Aku mau pamit pulang. Maaf kalau ganggu Om," Paparnya, begitu menyadari jika Heri sedang mengintipnya lewat lubang kunci pintu.

Sekilas pria paruh baya menatap nya dengan kilatan mata yang tajam, meletakkan jari telunjuknya di bibir. Mengisyaratkan nya untuk diam, supaya Althair tidak curiga.

"Kenapa cepat sekali ?,"

" karena udah malam." Heri membisikkan sesuatu pada Althair yang membuatnya berdiri kaku.

"Sudah anak muda, cepat pulang,"

"Ba-baik om"

Di dalam sana, tepat nya di gudang. Kea, perempuan yang sedari tadi menguping pembicaraan keduanya merasa penasaran apa yang diucapkan Heri hingga membuat Althair berdiri dengan kaku.

Namun apa daya, mana mungkin ia bertanya ? Yang ada hukuman nya malah akan berujung bertambah.

"Saya ingin tidur, tapi bukan berarti hukumanmu selesai. Cepat obati kepalamu," Heri meninggalkan nya. Ia hanya bisa mengangguk lemas, menuruti perkataan paruh baya itu.

-oOo-

Semalam dia mimpi jika Dirga mencium keningnya, harapan itu terlalu mustahil untuk nya jika itu adalah nyata. Bagaimana bisa seorang Dirga yang membencinya bisa selembut tadi malam yang mencium keningnya, dan membisikan sesuatu dengan kata-kata pedas walau terdengar manis di telinganya.

Sepertinya memang benar jika itu hanyalah mimpi, lihat saja bahkan tanpa hati remaja lelaki berseragam olahraga menyuruhnya untuk
Makan di dapur saja sendiri.

[3] ALONE [END] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang