MGIM-35

739 28 2
                                    

HAPPY READING♡

"Maaf, pasien tidak bisa diselamatkan. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin untuk kesembuhannya. Tapi, Tuhan berkehendak lain." Putus seorang dokter yang baru saja keluar dari ruang operasi.

"Dokter bohong ya?! Dia kuat, gak mungkin dia pergi! Tolong bangunkan dia lagi dok saya mohon." Histeris seorang wanita paruh baya yang saat ini duduk di kursi roda ditemani anak semata wayangnya dan 4 orang laki-laki yang menjaganya.

"Maaf bu, cidera di kepala pasien yang cukup berat dan terlambatnya penanganan inilah hal yang memicu kematian pasien."

"NGGAK DOK! SUAMI SAYA PASTI BISA SELAMAT! DOKTER PAST___." Belum sempat menyelesaikan kalimatnya, jenazah sang suami sudah dibawa keluar dari ruang operasi.

Jantungnya serasa berhenti berdetak sekarang. Ini nyata, bukan mimpi. Orang yang ia cintai kini pergi dan hanya meninggalkan kenangan yang begitu membekas di ingatannya.

"Bunda.. muka Ayah kok ditutup kain Bunda? Nanti Ayah susah napas loh bunda, Rara buka boleh ya bund?" Kalimat yang terlontar dari mulut kecilnya itu sukses mmbuat hati orang yang berdiri di sana bergetar karenanya.

Bagaimana tidak, ia mengucapkan kalimat itu dengan lugunya tanpa air mata. Ia sebenarnya tahu kalau Ayahnya sudah tiada tapi ia masih belum percaya akan hal ini. Ia belum siap untuk kehilangan cinta pertamanya.

"Boleh, buka aja sayang." Ucap Nita sembari tersenyum walau air matanya tak berhenti mengalir.

"Ayah." Panggilnya.

"Ayah kok diem aja? Ayah gak kangen sama Rara? Rara kangen tahu sama Ayah. Ayah harus sembuh biar bisa temenin Rara main lagii. Ayah bangun Yahh.. hiks Ayahhh." Barulah ia menangis dan memeluk tubuh dingin Ayahnya.

Nita mengelus rambut anaknya dengan lembut mencoba memberi kekuatan padanya.

"Rara, Rara gak boleh nangis nangis. Kasihan Ayah di sana, dia pasti sedih kalo liat Rara cengeng gini."

"Hiks t-tapi Bunda, Rara masih mau main s-sama Ayah hiks." Tuturnya sesenggukan.

"Sekarang mainnya sama Bunda aja ya? Ayah udah gak bisa sayang."

Setelah itu, 4 laki-laki tadi menyuruh para perawat menyiapkan ambulance khusus jenazah terbaik untuk mengantar jenazah ke mansion Kesya.

"Gue gak bisa bayangin gimana terpukulnya queen saat dapet berita ini." Ujar salah satu dari 4 laki-laki tadi.

"Jadi kasihan gue liatnya."

"Udah-udah mending lo kabarin anak-anak yang lain supaya bisa hadir di pemakaman, dan gue bakal kabarin Firly."

"Oke gue kabarin dulu."

~♥~

Di lorong ruang rawat dan operasi yang biasanya sepi, kini ramai setelah Death Bloods melakukan peperangan. Tak yang sedikit dari mereka yang mengalami luka yang cukup parah. Bagaimana tidak, 2 kelompok mafia yang sama-sama memiliki kekuatan yang luar biasa saling menumpahkan darah.

"Operasinya berjalan lancar, kami sudah mengeluarkan racun dalam tubuh Queen. Sebentar lagi kami akan memindahkannya ke ruang ra___."

"Dokter! Denyut jantung Queen melemah dok." Ujar suster yang baru saja keluar dari ruang operasi.

Deg

Dengan tergesa dokter memasuki ruang operasi lagi. Semuanya terdiam, masih susah menerima kalimat yang dilontarkan suster tadi.

Baru saja mereka memenangkan peperangan besar dan ingin membuat perayaan tapi, nyawa pemimpinnya malah sedang di ujung tanduk.

"Kita berdoa buat kesembuhan Queen." Titah Alexa yang air matanya sudah tergenang di pelupuk matanya.

My Girlfriend Is Mafia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang