MGIM-7

2.5K 132 2
                                    

Terkadang sahabat pun juga bisa menusuk dari belakang.

Sesampainya di rumah, Kesya langsung ke kamarnya untuk mengistarahatkan badannya. Acara tadi cukup menyita tenaganya, ya meskipun hanya makan dan minum saja tapi berjalan ke sana kemari itu cukup melelahkan baginya.

Baru saja Kesya merebahkan tubuhnya di kasur ia sudah terlelap tanpa mengganti baju dan melepas sepatunya. Jendela kamarnya dibiarkan terbuka sehingga angin malam yang cukup dingin menusuk kulitnya. Tapi hal itu tak membuat Kesya terbangun dari tidurnya.

Tepat pukul 00.40 Kesya terbangun untuk menutup jendela kamarnya yang sedari tadi terbuka sekaligus mengganti pakaiannya.

Selesai mengganti bajunya dengan piyama, Kesya mendengar suara teriakan seorang wanita yang diyakini adalah suara Bundanya. Kesya terlonjak kaget mendengar teriakan itu apalagi di jam segini, kenapa dengan Jessie? Disusul dengan suara pecahan kaca dan pintu yang dibanting membuat keringat dingin mulai bercucuran di dahinya, jantungnya berdegup sangat kencang. Apa yang terjadi di bawah?

Perlahan Kesya membuka pintu kamarnya untuk melihat apa yang terjadi, dengan keberanian yang dikumpulkan ia menuruni tangga dan betapa terkejutnya ia saat melihat vas kesayangan Bundanya pecah dan darah yang berceceran di lantai.

Kesya menutup mulutnya dan air matanya mulai jatuh. Seketika ia merasakan pusing di kepalanya namun, dengan sekuat tenaga Kesya menahannya. Dengan langkah gemetar Kesya membuka pintu kamar orang tuanya yang sedikit terbuka.

Lagi lagi Kesya dibuat terkejut dengan apa yang dilihatnya. Kesya melihat Bundanya yang tergeletak di lantai bersimbah darah sudah tak bernyawa. Ayahnya yang masih setengah sadar dihampirinya berharap masih ada sedikit harapan Ayahnya selamat.

"Ayah!! Hiks kenapa bisa kayak gini Yah? Siapa yang hiks ngelakuin ini? Ayuk Yah kita ke rumah sakit." Pinta Kesya sesenggukan. Dengan sekuat tenaga Steffan mengangkat tangannya dan mengelus pipi putri kesayangannya. Ini terakhir kalinya ia bisa melihat anak semata wayangnya.

"Ayah nggak apa-apa nak Ayah baik-baik aja. Ayah minta maaf belum bisa ngasih kamu yang terbaik. Ayah harap setelah Ayah pergi kamu bisa jadi perempuan yang kuat." Ucap Steffan dengan suara sedikit serak dan terbatuk berkali-kali.

"Ayah nggak boleh ngomong gitu hiks Ayah pasti selamat ayuk kita ke rumah sakit Yah hiks. Ayah udah ngasih semua yang Kesya mau hiks Ayah selalu bikin Kesya seneng. Yah ayuk ke rumah sakit hiks please Yah." Pinta Kesya yang masih menangis tapi Steffan menolak karena percuma jika dirinya di bawa ke rumah sakit, ia sudah yakin ini adalah ajalnya.

"Siapa yang ngelakuin ini sama Ayah jawab Kesya Yah." Steffan tersenyum mendengar pertanyaan anaknya.

"Hassel." Kesya tertegun mendengar nama itu. Setahunya Hassel adalah sahabat Ayahnya, mereka juga menjadi rekan bisnis selama ini lalu apa tujuan Hassel melakukan ini?

"Kenapa dia ngelakuin ini Yah? Dia kan sahabat Ayah." Tanya Kesya namun sayang, Steffan sudah tiada.

"Yah! Ayah!! Ayaaaaahh hiks bangun Yah. Kesya masih butuh Ayah." Teriak Kesya sambil mengguncang tubuh Ayahnya yang sudah terkulai lemas dan memeluk Ayahnya. Kesya juga mengahampiri Bundanya mencoba membangunkan Jessie.

"Bun bangun Bun hiks Bunda masih sayang kan hiks sama Kesya? Bangun Bun." Ia mengguncang tubuh Bundanya tanpa peduli dengan pakaiannya yang sudah berlumuran darah.

Tangannya mengepal dan tatapannya menatap tajam ke arah darah yang ada di lantai.

"Tunggu pembalasan Kesya Om." Gumam Kesya.

My Girlfriend Is Mafia (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang