Tigapuluh Empat

37 6 0
                                    

Hari ini hari keenam Nick tak memberi kabar pada Anne. Teman-teman yang lain juga tak ada yang tahu dimana keberadaan pria ini. Nick meninggalkan kuliah dan praktikum selama enam hari itu. Kali ini lebih lama dibanding semester lalu.

"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif atau berada di luar service area, silahkan hubungi kembali beberapa saat."  Tuut, tuut, tuut... 

Sudah puluhan kali Anne mendengar suara operator provider yang dengan setia menjawab teleponnya. Ia meletakkan ponsel dengan malas, tubuhnya berbaring di atas tempat tidur.

Beberapa hari lalu nomor ponsel Nick masih aktif, masih terdengar nada sambung yang menandakan panggilan dari Anne pasti masuk ke ponsel Nick namun tak dijawab, pesan dari Anne juga terkirim namun tidak ada balasan sama sekali.

"Belum bisa ditelepon, An?" tanya Erika yang baru saja keluar dari kamar mandi.

Anne menggeleng.

"Sudah mencoba menghubungi adiknya?" 

"Aku tak menyimpan nomor ponselnya, Rik."

"Kamu mau menengok ke rumahnya? Biar kutemani dengan Kak Ricky besok Minggu."

Anne membangunkan diri dari tempat tidur, "Kamu tak keberatan Erika?"

"Tentu saja tidak An, Nick juga temanku. Aku juga khawatir dia menghilang selama ini. Nanti aku beri tahu teman-teman yang lain, mungkin mereka sedang longgar dan mau menemani."

"Terimakasih Erika."

"Don't mention it. Aku tak suka kamu cemas berlebihan An."

Erika menyisir rambutnya di depan kaca. "Oh ya An, kamu sudah membaca chat group?" tanyanya.

"Belum. Ada apa?"

"Besok kita ada praktikum kimia anorganik 2, dan masing-masing harus membawa satu set tabung reaksi dan rak."

"Berapa tabung reaksi yang dibutuhkan, Rik?"

"Mungkin sekitar sepuluh. Tapi aku ada kuliah hari ini hingga sore."

"Aku saja yang membelinya, kuliahku masih nanti jam 3 sore."

"Aku titip ya, An."

"Iya Erika."

"Perlu memakai motorku?"

"Tidak, aku memesan ojek online saja."

Anne beranjak dari tempat tidur dan menuju kamar mandi, Erika yang telah selesai bersiap berpamitan pada Anne.

"Aaaaaan, aku ke kampus dulu yaa... Nanti aku transfer uang untuk membeli tabung reaksiii..." teriak Erika.

"Iyaaaaa, okeeeee...." Anne membalas dengan teriakan pula dari dalam kamar mandi.

Satu jam setelah itu Anne yang telah menyelesaikan sarapan segera mengemasi barangnya. Ia berencana langsung pergi ke kampus dari chemical store jadi tak perlu bolak-balik ke indekos. 

Ponselnya berbunyi sebuah tanda bahwa ojek online yang Ia pesan telah sampai di tempat penjemputan. Anne membuka tirai kamar dan mengintip ke luar. Ah ya, seorang pria paruh baya dengan atribut penanda ojek online telah menunggunya di depan.

"Mbak Anne?" tanya seorang Bapak yang duduk di atas motor dan melihat Anne keluar dari gerbang indekos. Jika Anne boleh menebak mungkin usia Bapak itu di bawah Papanya, sekitar 40 tahunan.

"Betul Pak," jawab Anne sambil menerima helm yang diberikan. Lalu naik ke atas motor bebek milik Bapak pengemudi ojek.

Jalanan cukup lengang pagi ini karena sudah melewati jam sibuk tapi masih ada beberapa mahasiswa yang terlihat berseliweran, indekos Anne memang masih dalam lingkup area kampus sekitar tiga kilometer dari gedung departemennya. 

Jarak dari indekos ke chemical store sebenarnya tak terlalu jauh hanya memakan waktu limabelas menit berkendara dengan motor namun harus melewati jalan raya besar dengan kanan-kiri area lahan kosong yang sedang dibangun kembali, "Pasti akan dibangun apartemen baru di sini," tebak Anne dalam hati setiap melewati jalan tersebut. Sehingga sulit ditemukan kendaraan umum yang melewati jalan itu, keputusan memesan ojek online memang paling tepat.

Bapak pengemudi ojek mengendarai motornya dengan kecepatan di atas sedang, mungkin karena jalan raya yang tampak sepi lagipula agar waktu yang digunakan juga dapat terpangkas lebih banyak.

Tidak ada pembicaraan antara Bapak pengemudi dengan Anne padahal biasanya Anne cukup pandai berbasa-basi. Anne masih asyik dengan lamunannya dan tanpa Ia sadari suara yang sangat keras terdengar di telinganya.

BRAAAKKKK!!

Tubuh Anne terpental sejauh dua meter di depan. Helm yang dipakainya lepas, "Bodoh, kenapa tak kukaitkan tali pengaman helmnya!" batinnya saat menyadari Ia sudah tak lagi duduk di atas motor. Ia terbaring di aspal jalan raya, sekujur tubuhnya terasa ngilu. Kepalanya pening tak kuat untuk bangun kembali. Tangan dan kakinya terasa perih. Anne baru menyadari bahwa Ia mengalami kecelakaan.

"Jangan panik An. Jangan panik," teriaknya dalam hati. Anne tahu betul Ia harus berusaha untuk sadar dan menghindari kepanikan karena ketika otak memerintahkan sistem saraf untuk menimbulkan respons melawan atau menghindar, tubuh Anne akan menghasilkan adrenalin yang memicu peningkatan detak jantung dan frekuensi nafasnya. Satu hal yang tak pernah diketahui oleh siapapun. Anne memiliki sesak nafas saat kondisi tertentu.

Dalam hitungan detik, orang-orang datang berkerumun. Anne masih dapat melihat seseorang dengan helm teropong hitam segera membopongnya ke pinggir jalan setelah membereskan beberapa barang Anne yang berserakan di jalan karena terlempar.

"Panggil ambulance!" teriak seseorang yang Anne sendiri tak ingin tahu siapa orang itu.

Anne merasakan kepalanya semakin pusing dan nyeri.

"Anne? An? Masih mendengarku kan?" seseorang yang entah siapa itu menepuk bahu Anne beberapa kali. Anne melihat wajah orang itu buram tak terlalu jelas, mata Anne terasa berat untuk dibuka.

"Anne. Dengarkan aku. Tetaplah sadar An," kata seseorang itu lagi sambil terus menepuk bahu dan pipi Anne.

Tiba-tiba dada Anne bergerak naik turun, nafasnya tak teratur dan terlalu cepat. Sekujur badannya dingin. Anne masih sadar tapi tubuhnya berkata lain. 

"Tolong minggir beri ruang untuk teman saya!" lagi-lagi Anne mendengar teriakan itu lagi.

Orang-orang yang bekerumun menjauh dari posisi Anne. Lalu seseorang itu melepas jaketnya melipat dan meletakkannya di bawah bahu dan leher Anne. Kemudian Ia melepas satu kancing kemeja Anne, menarik sabuk celana dan melepas satu kancing celana paling atas.

"Anne maaf tapi aku harus melonggarkan pakaianmu," katanya lirih.

Seseorang itu terkejut kembali saat melihat darah keluar dari hidung gadis itu. "Astaga darah," katanya terpekik. Spontan Ia mengusapnya dengan lengan kemeja panjangnya agar tak sampai mengenai bibir Anne.

Tak lama kemudian ambulance datang. Tubuh Anne diangkat ke atas brankar, beberapa orang membantu. Anne masih dapat melihat sekilas Bapak pengemudi yang tadi memboncengnya, Bapak itu juga dibopong dan dinaikkan ke dalam ambulance yang berbeda. "Semoga beliau baik-baik saja," doanya dalam hati. 

Lalu suara-suara di sekitarnya tak terdengar lagi di telinga.

****

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang