Nick memarkir mobilnya di depan Rumah Sakit, menghembuskan napas pelan lalu mengusap matanya yang sejak tadi menitikkan air mata. Baiklah, Ia berada di sini untuk melihat kondisi terburuk Bunda dan tentunya sebagai penguat untuk Papa serta Adiknya. Ia tak boleh terlihat lebih kacau dibanding mereka.
Nick berlari menuju ruang ICU (Intensive Care Unit) yang terletak di sebelah barat gedung Rumah Sakit. Di depan pintu ruangan tampak Meta menangis tersedu-sedu dengan menangkupkan tangannya ke wajah.
"Dik!" teriak Nick yang masih berlari.
Meta mengangkat kepalanya dan berlari menghambur ke pelukan sang Kakak.
"Bunda, Kak... Bunda...." Meta tak bisa berkata selain memanggil Bunda, Ia memeluk erat Nick yang kini di depannya.
"Sabar ya, Dik. Tenangkan dirimu. Papa dimana?" tanya Nick sambil mengeusap rambut Meta.
"Papa di dalam, Kak," jawab Meta.
Tak lama kemudian Pak Abraham dan seorang Dokter keluar dari ruang ICU. Nick menggandeng Meta untuk kembali ke tempat awal Ia duduk. Nick memandang Papanya yang sudah berlinang air mata, matanya terlihat hingga memerah tak sanggup menahan bendungan kesedihan malam ini.
"Bagaimana Bunda, Dokter?" tanya Nick lirih walau Ia sendiri sudah tahu jawabannya.
Papa menghampiri Nick dan menepuk bahu anak lelakinya beberapa kali sambil terus mengusap air mata.
Dokter memandang wajah Nick, Meta dan Pak Abraham bergantian dengan tatapan iba. "Gagal ginjal yang dialami oleh Bu Sofia sudah memasuki tahap gagal ginjal akut sejak satu bulan lalu dan menyebabkan kerusakan permanen, seharusnya dilakukan transplantasi ginjal sejak dulu namun kami belum menemukan yang cocok hingga saat ini termasuk dari pihak keluarga. Semakin lama fungsi ginjal Bu Sofia menurun dan menyebabkan cairan elektrolit tidak seimbang sehingga menyebabkan kelemahan otot pada tubuhnya."
Dokter masih melanjutkan penjelasannya, "Kemudian menimbulkan penumpukan cairan di paru-paru yang berakibat sesak napas di satu minggu terakhir. Lalu tadi pagi baru diketahui bahwa jantung pasien mengalami pembengkakan ditambah dengan riwayat darah tinggi yang diderita menyebabkan beberapa komplikasi hingga pasien hilang kesadaran sejak tadi sore."
Dokter menggenggam tangan Nick sebentar untuk menguatkan pemuda itu, "Denyut nadi Bundamu melemah dan detak jantungnya semakin menurun. Kami sudah berusaha memberi penanganan terbaik sesuai dengan prosedur yang ada, tapi jika selama satu jam tidak ada perubahan kami terpaksa harus melepas semua alat penunjang termasuk ventilator. Bunda kamu sudah kehilangan respon dan pupil matanya melebar."
Nick merasa kakinya tidak memijak tanah. Kerongkongannya tercekat, air matanya mendesak keluar.
Dokter belum beranjak dari tempatnya, ikut merasakan pilu yang tengah dirasakan oleh keluarga tersebut. Lebih dari satu tahun Ia menemani perjalanan berobat Bu Sofia dari awal hingga akhir. Namun, Bu Sofia memilih beristirahat dengan damai.
"Antarkan Bundamu pulang, Nick. Kalian hebat telah merawatnya dengan penuh kesabaran selama ini," kata Dokter sambil menepuk bahu Nick dan bahu Pak Abraham.
Pak Abraham kemudian memeluk kedua anaknya. "Masuklah Nick, katakan pada Bunda bahwa kami akan baik-baik saja di sini," kata Pak Abraham lirih.
Nick mengangguk, lalu mengusap air matanya dan memberanikan diri masuk ke dalam ruang ICU. Dinginnya ruangan karena penyejuk udara seakan menusuk-nusuk kulit Nick yang terasa membeku sejak tadi. Suara alarm dari ventilator terus berbunyi menandakan bahwa tekanan darah, saturasi oksigen dan detak jantung pasien jauh dari kata normal.
Nick mendekati tubuh Bunda yang tak bergerak, Bunda kali ini tak menyambut Nick dengan senyum cantiknya seperti biasa. "Bunda..." panggil Nick dengan menahan sakit di tenggorokannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]
RomanceNick. Mahasiswa Departemen Chemistry yang introvert, tidak banyak bicara, dingin kepada siapa saja kecuali satu teman wanitanya. Ia tidak pernah menceritakan tentang dirinya kepada siapapun, termasuk pada Sang kekasih. Semua ditutupi karena tidak in...