Limapuluh Lima

25 6 0
                                    

Anne keluar dari toilet umum yang terletak di tempat parkir sebuah wisata di lereng gunung. Tigapuluh menit yang lalu mereka telah sampai di tempat wisata pertama sebelum beralih ke villa tempat menginap. Di tempat ini tak ada aktivitas khusus yang dijadwalkan, mereka bebas menikmati indahnya pemandangan yang terbentang di sekeliling tempat wisata selama tiga jam.

Anne menaikkan resleting jaketnya, dan melihat ke arah bus yang terparkir sudah sepi tanpa orang di dalamnya. Ia mengambil ponsel dan mencoba menelepon Erika, teman-teman yang lain sudah tidak ada yang tampak di sekitar Anne. Tidak ada sinyal. Baiklah, Anne melupakan lokasi ini yang terletak di antara hutan dengan pohon pinus dan cemara menjulang tinggi. Letaknya benar-benar di lereng gunung dan suhu udara di sana dua kali lebih dingin dibanding rumah  Anne.

Satu-satunya jalan menuju tempat pusat wisata adalah melewati tangga yang tersusun rapi ke atas, Anne mendongakkan kepalanya sedikit, jika dihitung mungkin terdapat sekitar duaratus anak tangga---atau bahkan lebih---yang harus didaki. "Astaga, kalau begini sudah terhitung mendaki gunung belum ya?" gumamnya. Tidak ada pilihan jalan lain, Anne mulai menaikkan kakinya satu persatu dengan cepat.

Tiba di seperempat jalan, kakinya tesandung salah satu anak tangga di tengah-tengah Ia melangkahkan kakinya dengan cepat. "Aduh!" Anne merasakan nyeri di engkel, Ia terduduk di pinggir anak tangga. Dilihatnya sebentar dengan menurunkan kaos kaki, "Masa keseleo sih?" gumamnya sambil meringis menahan sakit. Pergelangan kakinya terasa sakit saat digerakkan walaupun sedikit. Beberapa orang yang berlalu lalang tidak banyak karena ini memang bukan akhir minggu atau hari libur, pengunjung wisata lebih sedikit. Namun, tidak ada yang membantu atau sekedar bertanya padanya.

Anne mencoba meluruskan dan memutar pelan pergelangan kakinya tapi rasanya justru semakin sakit. "Sial betul nasibku hari ini," rutuk Anne.

"Kenapa kakimu, An?" Sebuah suara tidak asing mengagetkan Anne yang tengah mengusap kaki.

"E-eh, tidak apa-apa," jawab Anne tergagap. "Anne bodoh sekali jawabanmu!" kata Anne dalam hati.

Nick berjongkok di depan Anne, menyentuh pergelangan kaki gadis di depannya dan tak sengaja memijit, "Aduh!" pekik Anne yang kedua kali.

Nick memandang Anne yang meringis kesakitan, "Kakimu terkilir, bukan tidak apa-apa justru ini kenapa-kenapa," kata Nick.

Anne memalingkan wajahnya, terlalu malu jika yang menolongnya sekarang adalah Nick.

Pria itu membalikkan badannya, memberikan punggungnya di hadapan Anne. "Naik," suruhnya.

"Eh, tidak usah Nick. Aku bisa berjalan sendiri," ucap Anne. "Astaga, bukankah aku benar-benar butuh bantuan. Kenapa aku ini," batinnya.

Nick menoleh melihat Anne yang sedang menunduk. "Cepat, naik. Pilihannya hanya dua, aku gendong di punggung atau aku gendong di depan."

Anne melebarkan matanya, sepertinya opsi pertama lebih baik. "Ah, sudahlah kali ini aku memang membutuhkan bantuannya," pikir Anne.

"Iya, iya. Aku akan naik ke punggungmu. Lebih dekat Nick, kakiku tak bisa digerakkan," kata Anne.

Nick memundurkan posisinya lebih dekat, dengan bantuan tangan Nick, Anne sudah berada di atas punggung pria itu. "Kembali ke bus saja, tak perlu ke atas," kata Anne lagi, tapi Nick diam saja.

Nick memutar tubuhnya menghadap anak tangga yang siap untuk didaki kembali, "E-eh Nick, kembali ke bawah saja." Anne menepuk bahu Nick berkali-kali.

"Kamu mau di bus sendirian?"

"Daripada kamu lelah menggendongku hingga ke atas, nanti kembali turun juga aku tak bisa jalan."

"Nanti aku gendong lagi saat kembali. Sudahlah, menurut saja. Bukankah kamu ingin menghabiskan waktu bersama teman-teman lain?"

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang