Limapuluh Tujuh

27 6 0
                                    

"Ne," panggil Dave yang tengah duduk di depan Anne.

"Hm?" Anne menolehkan kepala dari jendela di samping kanannya yang sejak tadi memberi suguhan pemandangan lebih menarik, sekarang pandangannya beralih pada pria di depannya.

Dave menunjuk dua sudut bibirnya dengan jari telunjuk, memberi isyarat pada Anne untuk tersenyum.

Melihat Dave bersikap seperti itu tentu membuat Anne mau tak mau untuk melempar senyumnya walau tampak terpaksa.

"Jangan lupa tersenyum, Ne."

"Setiap hari aku tersenyum, Dave."

"Jadi hanya di depanku, kamu memasang wajah seperti ini?"

Anne terkekeh, "Benar."

"Astaga, padahal aku juga ingin melihat senyum yang kamu berikan pada orang-orang."

"Itu hanya senyum palsu. Aku di depanmu adalah sebuah kejujuran yang ku ungkap."

Kini, Dave yang tersenyum. Ia mencecap secangkir kopi panas di depannya.

Dua bulan sejak kepergian Nick, Anne masih sama, masih sering terlihat murung dan melamun. Ya, Dave tahu semuanya, termasuk hati Anne yang masih mengharap Nick kembali walaupun prosentase kemungkinan hanya satu persen.

"Mau mendengar ceritaku, Ne?"

"Boleh, apa?" Anne membetulkan posisi duduknya, tampak antusias. Ia menyukai cerita yang Dave katakan padanya. Entah itu cerita tentang keluarga, teman-teman, Dosen, tugas kuliahnya, atau yang lain. Ia senang ketika bersama Dave komunikasi terbangun dua arah, Anne tidak perlu bingung membuat bahasan obrolan saat bersama pria itu.

"Mbak, mau nikah."

"Mbak ini maksudnya Kakakmu, kan?"

"Ya iyalah, siapa lagi."

"Oh ya? Jadi menikah dengan siapa? Dengan temannya yang Dosen itu? Atau dengan pria yang dijodohkan oleh orangtuamu?" Anne melebarkan matanya, tertarik. Ia masih ingat saat Dave menceritakan kegundahan hati Kakaknya beberapa bulan silam.

Salah satu teman Kakak Dave tiba-tiba datang melamar ke rumah, tapi di saat yang bersamaan orangtua Dave terlanjur mengiyakan perjodohan putrinya dengan anak teman Ayahnya. Selanjutnya Anne tidak tahu lagi, dan malam ini Dave menceritakannya kembali.

"Dengan temannya."

"Bukankah katamu dulu teman Kakakmu itu masih dalam tahap membangun finansial yang baik? Sedangkan anak dari teman Ayahmu yang lebih mapan dan tampak lebih siap dalam segala hal."

Dave mengangguk, "Ternyata Mbak sudah menyimpan hati pada temannya sejak kuliah. Ya, bagaimana lagi, sudah saling suka, Ne." Dave mengangkat bahu.

"Memangnya Kakakmu baru tahu kalau teman yang disukainya itu juga suka padanya?"

"Benar, baru mengetahuinya kira-kira enam bulan yang lalu. Saat Mbak diterima bekerja sebagai Dosen juga di Universitas yang sama dengan calon Mas iparku itu."

"Pantas saj. Kalau Kakakmu tahu dari dulu, tidak mungkin Ia setuju dengan rencana perjodohan orangtuamu, kan."

"Ah, kalau memang sudah berjodoh tidak akan lari kemana ya walaupun di saat-saat terakhir sekalipun."

"Benar. Tuhan merestui mereka, Dave. Aku ikut senang."

"Misalnya ya, Ne. Ini misalnya. Sebuah perumpamaan, tidak sungguh-sungguh."

"Iya, apa?"

"Misalnya kalau kamu dan aku akan menikah lalu tiba-tiba Nick kembali. Bagaimana? Siapa yang kamu pilih?"

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang