Anne duduk kembali di bangkunya, Erika berpindah tempat duduk untuk sementara karena kaki Anne membutuhkan ruang lebih besar untuk direntangkan. Pikirannya masih memutar ulang percakapan dengan Nick beberapa jam lalu.
Sebenarnya, sebuah kebenaran yang mungkin sudah diketahui banyak orang, Anne masih ingin kembali merekatkan hubungannya dengan Nick. Perlahan, selama ini Anne merontokkan satu persatu rasa bersalahnya. Secuil demi secuil, dan memulai memikirkan hatinya. Namun, kini pilihannya semakin sulit, kembali dan menunggu atau melepasnya dan tak mengharap lagi.
Anne sedang sibuk dengan pikirannya, bersandar di jendela bus dengan menyelonjorkan kaki kanan yang dikompres dengan es batu yang tadi dibeli Erika, kemudian dibungkus dengan handuk kecil. Nick berdiri di depan Anne, "Masih sakit?" tanya Nick sambil melihat ke arah kaki Anne.
"Tidak sesakit tadi. Tapi masih nyeri saat digerakkan," jawab Anne.
Nick mengangkat kompres, mengusap kaki Anne mungkin memastikan apakah kaki Anne bengkak atau tidak, lalu meletakkan kompres kembali di atas kaki Anne. "Mau minum obat?" tanya Nick kedua kali.
"Nanti saja kalau terasa semakin nyeri," jawab Anne.
Nick tidak beranjak dari tempatnya, masih berdiri di samping bangku Anne. Anne menyibukkan diri dengan ponsel, daripada salah tingkah memandang Nick di depannya.
Senja sudah menyapa sejak tigapuluh menit lalu, kini langit meremang dan gelap mulai tersingkap. Bus masih memutar roda di atas aspal, meninggalkan tempat wisata sejak sore tadi menuju villa tempat penginapan. Bertemu lagi dengan tanjakan dan jalan berkelok, ternyata benar di Kota B ini dominan tempat bagus di lereng gunung.
"An, lihatlah di belakangmu," kata Nick sambil menunjuk jendela, tak mengalihkan pandangan dari luar bis.
Anne melihat Nick sebentar, penasaran lalu Ia menggerakkan lehernya ke samping menghadap jendela yang tirainya sengaja disingkap. Gemerlap lampu berkat listrik yang mengaliri rumah-rumah penduduk terlihat sangat indah dari tempat Anne sekarang. Seperti bintang tapi letaknya bukan di atas. Seperti permata yang menyilaukan mata hanya saja ini tak bisa dijual, cuma bisa dinikmati.
"Indah sekali, sangat indah," kata Anne berulang kali, pemandangan di depannya ditangkap oleh retinanya dan disimpan dalam memori otak. Ah, kata siapa kegelapan itu identik dengan keburukan. Cahaya setitik demi setitik yang dikumpulkan menjadi indah juga karena mereka bersinar dalam kegelapan.
****
"An, Nick berangkat dengan pesawat jam sebelas siang," kata Erika sambil membereskan buku-buku di atas meja yang dirasa sudah menumpuk terlalu banyak dan Ia masukkan ke dalam kardus.
"Hmm ...." gumam Anne.
"Tidak ikut mengantar? Jerrel dan Wildan akan mengantarnya nanti. Aku tidak bisa ikut karena terlanjur membuat janji dengan Kak Ricky."
"Tidak."
"An, aku tak mau mendengar ada penyesalan setelah ini."
"Iya, aku mau tidur lagi saja." Anne menarik selimutnya kembali hingga menutupi kepalanya. Erika hanya berdecak saat melihatnya.
Anne melihat ponselnya dibalik selimut, membuka kolom chat Nick, Ia mengetik sesuatu lalu menghapusnya. Ia menulis lagi tapi kemudian dihapus lagi. Anne seperti orang kebingungan.
Tiba-tiba ponsel Anne berdering dan mengagetkannya. Pria yang sejak tadi ada di pikirannya kini meneleponnya. Nick. Anne mendudukkan dirinya dan melempar selimut. Lalu menyentuh tombol hijau dan menariknya secara horizontal.
"Halo, Nick?"
Erika yang mendengar nama Nick disebut, menghentikan aktivitasnya lalu menoleh ke arah Anne yang meletakkan ponsel di telinga. "Nick?" tanya Erika tanpa bersuara, hanya mulutnya yang berisyarat. Anne menjawab dengan anggukan.
"Aku akan berangkat ke bandara."
"Hmm, iya aku sudah mendengar dari Erika."
Hening. Keduanya terdiam, mengolah pembicaraan. Hingga tigapuluh detik kemudian.
"An."
"Ya?"
"Aku mencintaimu."
Tubuh Anne terasa kaku untuk digerakkan, darahnya berdesir mengalir lebih cepat membuat jantungnya berdegup kencang. Tidak, untuk kali ini sangat kencang.
Kalimat yang Nick ucapkan bukan 'aku menyayangimu' seperti dulu, kalimatnya berubah menjadi 'aku mencintaimu'. Apakah tingkatan cinta adalah tingkatan paling atas dalam sebuah rasa? Apakah kata cinta adalah puncak dari segala hal yang diharapkan antara lelaki dan perempuan? Otak Anne seperti berhenti berpikir saat itu juga.
"Tidak perlu dijawab," lanjut Nick di seberang panggilan. "Aku hanya ingin kamu tahu. Aku tidak memaksamu untuk menungguku, tapi jika aku kembali bisakah aku mendapat satu kesempatan lagi darimu, An?" tanya Nick.
"Iya, aku akan memberimu kesempatan jika memang rasa kita masih bertahan selama itu," kata Anne dengan memberi penekanan pada kata 'selama itu'. Ya, lagi-lagi semuanya tentang waktu, semuanya tentang situasi dan kondisi, dan kini bertambah satu hal lagi, semuanya tentang jarak yang memisahkan dua hati.
"Terimakasih, An. Kamu, kamu tak ingin mengantarku? Bertemu untuk terakhir kali sebelum aku pergi, mungkin?"
Anne belum menjawab, lalu menghela napas panjang.
"Aku takut menangis saat melihatmu. Aku takut semakin merasa kehilangan setelah melepas kepergianmu. Aku takut dadaku menjadi sesak karena namamu akan mengisi ruang lebih banyak lagi seperti dulu," kata Anne lirih hampir tak bisa didengar, entah apakah Nick dapat mendengarnya atau tidak.
Tak ada respon dari Nick selama sepuluh detik.
"Maafkan aku, An."
"Jangan meminta maaf, kamu tidak membuat kesalahan. Aku hanya tak ingin membebanimu jika melihatku dalam kondisi seperti sekarang. Aku tak ingin menghalangi masa depanmu."
Nick terdengar menghela napasnya, "Baiklah An. Aku akan berangkat sekarang. Jaga kesehatanmu. Aku masih boleh sesekali telepon atau mengirim pesan padamu, kan?"
"Boleh. Hati-hati Nick. Terimakasih pernah mengisi hari-hariku, dan membiarkan aku menyelip di antara hatimu."
"Terimakasih juga karena sudah mengubah hidupku, An. Aku pergi, sampai jumpa lagi di waktu dan kondisi yang lebih baik."
Tuut, Tutt, Tuut
Anne meletakkan ponsel, lalu menekuk lututnya. Menangis di dalam tangkupan tangannya. Ternyata ini sulit, terlalu sulit. Jika dulu menjauh tapi masih dapat melihat sosoknya, kini semakin menjauh dan tak akan melihat hadirnya lagi di sekeliling Anne.
Siapa yang mengatakan jika cinta dapat mengikis ruang jarak dan waktu. Itu salah. Justru cinta hadir menggebu saat kamu tahu bahwa ada seseorang yang selalu ada di dekatmu dan menjagamu. Cinta hadir saat kamu tahu bahwa ada seseorang yang rela membagi hatinya lebih besar untuk mencintaimu. Dan cinta hadir saat kamu tahu bahwa ada seseorang yang berlari ke arahmu saat kamu menangis tersedu penuh pilu.
Untuk sekarang Anne belum yakin apakah Ia dapat menunggu Nick hingga kembali dan melanjutkan kisah dengannya. Perasaan campur aduk hingga sulit dipilah membuatnya bingung. Saat ini Anne hanya ingin menangis, itu saja.
Erika mengusap punggung Anne sejak tadi untuk meredakan kesedihan temannya, walaupun mungkin itu tak membantu sama sekali.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]
RomanceNick. Mahasiswa Departemen Chemistry yang introvert, tidak banyak bicara, dingin kepada siapa saja kecuali satu teman wanitanya. Ia tidak pernah menceritakan tentang dirinya kepada siapapun, termasuk pada Sang kekasih. Semua ditutupi karena tidak in...