Limapuluh Satu

29 5 0
                                    

Nick menghentikan mobilnya di pesisir pantai yang sepi. Nick dan Anne masih enggan untuk bicara. Keheningan terasa selama empatpuluh lima menit perjalanan, mereka sibuk dengan untaian pikiran yang kusut. Sibuk menyiapkan kata dan serangkai kalimat untuk memperbaiki hubungan, bukan-itu tidak berlaku untuk Anne, hanya Nick yang memikirkannya kelanjutan hubungan mereka.

"Bagaimana kabarmu?" tanya Nick memecah kesunyian.

"Baik," jawab Anne singkat.

"Maafkan aku, An," kata Nick sambil menunduk.

"Ya. Aku sudah memaafkanmu sejak pulang dari apartemenmu."

"Semudah itu?" Nick mengangkat kepalanya, memandang Anne dengan dahi mengerut. Ini tidak seperti yang Ia bayangkan. Sejak tadi Ia menebak Anne pasti belum memaafkan kejadian waktu itu. Anne pasti akan menangis dan melempar kalimat kesal padanya, mencercanya dan memintanya untuk tidak berbuat begitu lagi. Tebakan Nick salah.

"Lalu maumu bagaimana?"

"Ah, benar. Lalu apa lagi yang aku inginkan jika Anne saja sudah memaafkanku," batin Nick.

Sikap Anne terlalu dingin, biasanya gadis di samping Nick itu selalu ceria dan mewarnai suasana. Ada saja yang diceritakannya dari mulutnya yang kecil. "Tapi mengapa hari ini sangat berbeda hingga seratus delapanpuluh derajat?" pikir Nick.

"Kenapa tidak masuk kuliah lama sekali, An?" tanya Nick dengan nada lebih lembut.

"Aku harus menemui psikolog."

Mata Nick melebar, "Ga-gangguan panikmu kambuh lagi?" tanyanya terkejut. Yang Nick tahu sebatas informasi dari Dave saat selesai baku hantam dengannya bahwa gangguan panik Anne datang sebanyak tiga kali dalam seminggu, setelahnya Nick tak tahu. 

"Begitulah yang terjadi," Anne mengangkat bahu, pandangannya masih lurus ke depan memandang deburan ombang yang menyapu bongkahan karang tinggi di pesisir pantai.

"Anne, maafkan aku."

"Kamu tidak dengar bahwa aku sudah memaafkanmu?"

DEGG. Kalimat yang Anne ucapkan, entah mengapa seperti busur panah yang mengenai hati Nick. Bukan, bukan jatuh cinta, tapi sakit. Sakit sekali rasanya. Selama ini Anne tidak pernah mengucapkan kalimat semacam itu dengan nada dingin dan ketus. Anne selalu bersikap hangat saat bersama Nick. Namun, hari ini tidak.

"Ada apa, An?"

"Apanya?"

"Kamu sama sekali tak acuh padaku sejak tadi."

Hening.

Anne mengembuskan napas panjang.

"Nick, lebih baik kita akhiri hubungan ini," kata Anne lirih, tapi sangat jelas terdengar di telinga Nick.

Nick terkejut, tidak menyangka Anne akan melontarkan rangkaian kata itu padanya. Dahi Nick mengerut, "Kamu belum memaafkanku, kan?" tanya Nick gusar.

"Ini bukan tentang maaf memaafkan, Nick," jawab Anne tenang.

"Lalu kenapa kamu mengakhiri hubungan kita?"

Akhirnya Anne menolehkan kepalanya, memandang Nick yang sejak tadi menatapnya. Ia menelan salivanya, menguatkan diri dan hatinya agar tidak menangis saat itu juga.

"Karena ini yang terbaik untuk sekarang," kata Anne.

"Yang terbaik katamu? Mengakhiri hhubungan adalah yang terbaik? Bukan membicarakannya atau mencari solusi bersama?" Nick meninggikan suaranya. Baru kali ini Ia berbicara dengan nada tinggi kepada Anne. 

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang