Empatpuluh Delapan

32 4 0
                                    

Nick menyadari perbuatannya yang dianggap terlalu bodoh. Tiga menit setelah kepergian Anne dari hadapannya, Ia berlari menuju pintu lift. Dipencetnya beberapa kali kedua tombol pintu lift dengan tergesa-gesa. Salah satu pintu menunjukkan bahwa lift berada di lantai 12 atau satu lantai di atasnya. Nick menekan tombol panah ke bawah hingga tiga kali.

Sesampainya di lobi, Nick menyapu pandangannya ke segala penjuru tapi tak ditemuinya Anne di sana. Ia keluar dari apartemen menuju jalan raya yang sedang ramai karena jam sibuk di sore hari. Nick menoleh ke kanan dan ke kiri berharap melihat punggung Anne yang berjalan, tapi tidak ada.

Tidak mungkin Anne memperoleh ojek atau taksi secepat itu untuk pulang. Karena di sekitar apartemennya tidak terlihat satupun motor ojek atau taksi yang biasa berkerumun untuk menunggu penumpang. Ataukah ada seseorang yang kebetulan turun di depan apartemennya, lalu Anne segera naik ke taksi atau ojek tersebut? Pikiran Nick benar-benar kacau, Ia menggaruk kasar kepalanya yang sebenarnya tak gatal. Rambutnya semakin acak-acakan, beberapa orang memandang ke arahnya.

Di tempat lain, gadis yang dicari Nick tengah duduk di salah satu tangga darurat. Ini adalah tempat tersepi dan yang paling cepat Ia jangkau. Anne masih menangis, air matanya tak berhenti turun. Dadanya sesak dan detak jantungnya terlalu cepat hingga kakinya gemetar. 

Ia mengeluarkan inhaler dari dalam tas lalu mengocoknya selama lima detik, lalu memosisikan dirinya untuk duduk tegak. Anne menarik napas dan mengembuskan napas panjang kemudian memasukkan inhaler diantara giginya dengan mulut tertutup rapat. Menekan inhaler cepat agar obat keluar lalu menarik napas sekali lagi setelah obat terasa menyemprot ke dalam kerongkongannya kemudian Ia menahan napas. 

Napas Anne mulai teratur setelah dua kali mengisap inhaler. Ia masih tak menyangka Nick akan berbuat seperti tadi kepadanya, pria yang dikenalnya sebagai pria baik dan bersikap dewasa sirna dari pikirannya.

Anne mengeluarkan ponsel berencana menelepon Erika, tapi temannya pasti masih kuliah. Ia tak mau mengganggu dan mengejutkannya untuk minta dijemput di sini. Erika juga pasti akan kebingungan.

Anne bimbang untuk meminta bantuan, kakinya masih lemas dan gemetar tak sanggup berdiri. Ia mencemooh dirinya sendiri karena terlalu lemah. Akhirnya Ia memutuskan untuk menelepon Dave. Hanya lima detik Ia menunggu, Dave sudah menjawab panggilannya.

"Anne, ada apa?" tanya Dave.

Anne belum menjawab, Ia masih menangis.

"Dave, tolong jemput aku di apartemen Nick. Aku di tangga darurat," kata Anne dengan setengah terisak, tanpa basa-basi menanyakan keberadaan Dave terlebih dahulu.

Tiga detik Dave terdiam mungkin Ia sedang mencerna kalimat Anne beberapa detik yang lalu.

"Aku akan segera ke sana, Ne. Tunggu di situ, jangan kemana-mana," kata Dave cepat.

"Terimakasih dan maafkan aku." Anne menutup telepon lalu membagikan lokasi terkininya pada Dave melalui aplikasi chat di ponselnya.

Limabelas menit kemudian, Dave membuka pintu darurat yang terletak di samping Anne dengan napas terengah-engah. Anne seolah sangat lega dengan kedatangan Dave, Ia menangkupkan tangannya ke wajah dan menangis lagi bahkan lebih kencang dari sebelumnya.

"Ne, ada apa? Kamu kenapa? Apa yang Nick lakukan padamu?" Dave berjongkok di depan Anne sambil mengguncang lengannya.

Anne tidak menjawab. Ia masih menangis, meluapkan emosinya untuk kedua kali. Dave mengambil duduk di sampingnya sambil menepuk punggung Anne untuk menenangkan gadis itu.

"Nick mabuk, Dave ...."

"Nick? Nick kekasihmu itu mabuk? Dimana?"

"Di unit apartemennya. Dia menarikku kasar lalu menciumku dengan paksa. Dia seperti bukan Nick yang aku kenal, aku sudah berusaha menghindari tapi dia mencengkeramku dan tak peduli. Aku mendorongnya lalu berlari ke sini," kata Anne sambil terisak.

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang