Limapuluh Dua

28 5 0
                                    

Satu bulan sejak Anne dan Nick memutuskan hubungan mereka, tidak lagi menjadi sepasang kekasih. Mereka semakin menjauh, jarang bertukar kabar melalui chat ataupun telepon.

Nick sedang berbaring di sofa apartemennya sambil mengangkat ponsel di depannya. Dilihatnya nama kontak Anne, begitu yang Ia lakukan setiap malam selama sebulan ini.

Menyesal.

Nick menyesal, mengapa Ia tak bisa mempertahankan pendiriannya untuk terus melanjutkan hubungan dengan Anne. Mengapa dengan mudahnya Ia mengiyakan perkataan Anne untuk putus darinya. Mengapa Ia tak mengorek jawaban dari mulut Anne langsung, apa yang tengah terjadi dengannya. Mengapa Anne tak terlihat lagi di kampus setelah pertemuan dengannya tigapuluh hari yang lalu.

Rentetan kata mengapa mengapung di pikiran Nick. Ribuan kata mengapa yang Ia pikirkan sekarang tak menemukan jawaban. Nick ingin memperbaiki semuanya, tapi terlambat. Sangat terlambat. Bertahun-tahun Ia hidup dengan mengedepankan logikanya, bersikap dan berpikir tenang. Namun, saat Anne melempar kalimat menyakitkan waktu itu, pikirannya tak bisa ditenangkan, emosinya meluap begitu saja.

Jempol Nick melayang di udara, tepat di atas tombol bergambar telepon berwarna hijau dengan nama Anne di atasnya. Ia bimbang, lagi-lagi kebimbangan mendominasi. Ia terlalu takut mendengar suara Anne yang dingin padanya.

Tiga detik kemudian jempolnya berpindah menyentuh gambar panah kembali, lalu disentuhnya tombol telepon hijau di sana, tak lama kemudian sebuah suara menyapanya.

"Halo, ada apa Nick?"

"Erika, bolehkah aku bertanya, dimana Anne sekarang? Kenapa dia tak masuk kuliah selama ini?" tanya Nick tanpa basa-basi.

"Astaga! Anne tidak memberitahumu?" tanya Erika dengan nada terkejut.

"Memberi tahu tentang apa?" Nick bangun dari berbaringnya sambil mengerutkan dahi.

"Anne cuti kuliah di semester ini. Bukankah kalian bertemu saat Anne di kampus satu hari waktu itu?"

"Aku memang bertemu dengannya, tapi situasi kami tak baik saat itu. Dia hanya memutuskan hubungan denganku."

Erika mengembuskan napas hingga terdengar oleh Nick di seberang panggilan. "Anne harus terapi Nick. Anne ingin menenangkan diri dan menata hatinya kembali. Ia memutuskan untuk cuti kuliah walau itu juga bukan keputusan yang mudah untuknya. Tapi dia benar-benar ingin mengobati gangguan paniknya hingga tak kembali lagi. Sesak napas semakin menganggu aktivitasnya selama ini."

Nick terdiam.

"Halo, Nick?" Erika memanggilnya karena tak ada respon suara dari pria itu setelah Erika menjelaskan kondisi Anne yang sebenarnya.

"Apakah semuanya karena aku?"

"Aku tidak bisa menyalahkanmu, Nick. Awalnya aku juga sangat kecewa denganmu setelah mendengar cerita Anne. Tapi dirimu sendiri juga dalam kondisi yang tidak baik-baik saja saat itu hingga lepas kendali. Anne telalu naif dalam percintaan, beberapa peristiwa membuatnya merasa bersalah hingga tak bisa kecewa padamu. Bukankah hubungan kalian ini sama-sama yang pertama kalinya?"

"Hmm."

"Anggaplah sebagai pembelajaran. Dengar Nick, aku bukan sok mengguruimu, tapi komunikasi dalam sebuah hubungan pria dan wanita adalah nomor satu. Walaupun kamu menganggapnya remeh, walau mungkin bagimu itu tak terlalu penting, tapi bagi Anne itu penting. Pola pikir pria dan wanita berbeda, Nick. Berbeda jauh, dan kamu harus tahu itu agar dapat bersikap sebagaimana mestinya."

"Benar. Kamu benar, Erika. Aku kurang paham tentang hal itu. Bagiku hubungan pria dan wanita adalah sesuatu yang rumit dan sangat merepotkan."

Erika tertawa, "Jika memang merepotkan lalu mengapa kamu merajut kisah percintaan? Jika memang rumit mengapa nama dan wajah Anne selalu berputar-putar di otakmu? Mengapa tidak ribuan reaksi kimia saja yang kamu ingat."

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang