Empatpuluh Satu

20 6 0
                                    

Suara pintu diketuk terdengar lagi. Anne dan Erika berpandangan.

"Bapaknya kembali lagi?" tanya Betty dan hanya dijawab oleh Anne dengan mengangkat bahu.

Erika bangkit dari duduk dan membuka pintu untuk kedua kali. Dilihatnya seorang pria tinggi yang Ia kenal, "Nick?" kata Erika sambil mengangkat alis.

Nick masuk ke dalam kamar rawat inap, Betty dan Cilla tak kalah kagetnya. "Nick, lama tak melihatmu. Bagaimana kabarmu?" tanya Betty.

"Baik," jawab Nick singkat. Lalu suasana hening beberapa saat.

"Ayo pulang, kita harus mengerjakan laporan praktikum," kata Cilla memecah keheningan, Ia merasa harus pergi dari sana.

Erika dan Betty berpandangan sejenak lalu mengiyakan ajakan Cilla.

Sepeninggal ketiga temannya, Nick masih terdiam dan tengah duduk di samping Anne. 

"Sudah merasa baikan?" tanya Nick.

Anne mengangguk, "Kondisiku sekarang lebih baik daripada kemarin, Nick."

"An, aku tak tahu jika kamu memiliki gangguan panik."

Anne melebarkan matanya, "Siapa yang memberitahumu?"

"Dave, dia menceritakan semuanya padaku," Nick menundukkan kepalanya. "An, Maaf jika aku terlalu bodoh hingga orang lain yang harus memberitahuku tentangmu," lanjut Nick.

Anne meraih tangan Nick, lalu menggenggamnya. Tangan kekar dengan jemari panjang yang Ia rindukan satu minggu ini. "Nick, semua karena waktu. Waktu yang tidak pernah tepat sehingga kamu tak tahu. Jika Dave tak lewat di tangga malam itu dia juga tidak akan tahu kalau aku pingsan. Jika yang menolongku kemarin bukan Jay, Dave juga tidak akan pernah tahu kalau aku kecelakaan."

"Apakah waktu tak meresetui hubungan kita, An?" Nick memandang Anne dengan mata sayu.

Anne menggeleng, "Jangan berpikir seperti itu. Waktu dan komunikasi hanya salah satu dari banyak faktor hubungan kita merenggang. Hanya salah satu Nick, jangan sampai semua faktor tercawang hingga hubungan kita putus. Sejauh ini aku berusaha bersikap dan berpikir lebih dewasa. Akhir-akhir ini aku lebih mengedepankan logika dibanding perasaan. Padahal jika kamu tahu, perasaanku kecewa, kesal, dan marah padamu Nick," kata Anne dengan suara parau.

Nick merengkuh Anne ke dalam dekapannya, membelai rambutnya yang dibiarkan terurai. "Maaf An, maafkan aku."

"Jangan berkata tentang renggangnya hubungan kita. Jangan mengatakan ada sesuatu atau seseorang yang tidak merestui hubungan kita. Semua masih prasangka dan belum tentu menyatakan kebenarannya, Nick." Anne meneteskan air matanya sebagai ungkapan kekesalan atas pernyataan Nick satu menit lalu.

"Jangan menangis, Anne. Aku juga akan lebih berupaya untuk selalu ada di sampingmu." Nick menyeka air mata Anne yang bergulir di pipinya.  "Maafkan aku jika selalu membuatmu menangis," kata Nick sambil memeluknya lebih erat.

Setelah tangisnya mereda, Anne melepaskan pelukannya. Nick mengusap mata dan pipi Anne yang masih basah.

"Lalu bagaimana dengan gangguan panikmu, An?" tanya Nick cemas.

"Mama memintaku untuk melakukan terapi kembali, tapi aku tak mau jika harus merelakan kuliahku."

"Kalau itu yang terbaik untuk saat ini, lakukan, An. Semua demi dirimu sendiri."

"Aku sudah mengatakannya pada Mama untuk memberiku waktu satu bulan. Jika selama satu bulan gangguan panikku tak datang lagi, maka aku tidak perlu terapi."

"Berjanjilah untuk selalu menceritakan apa yang kamu rasakan, An."

"Seharusnya aku yang berbicara begitu padamu," cibir Anne.

FRIENDSHIP or RELATIONSHIP [TAMAT ✅]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang