09

650 123 35
                                    

Mata yang sebenarnya sudah sipit itu semakin menyipit, hampir tampak seperti garis simetris di wajahnya. Pria itu masih tak percaya dengan kedatangan sahabatnya yang didampingi oleh seorang gadis.

Eoh? Cepat sekali lakunya?

"Jadi, apa yang membawamu ke sini Kim? Katanya sibuk. Diajak kencan buta saja menolak," celetuk Jimin yang membuat Victory mendelik.

Masalahnya, di sampingnya ini ada Jennie yang terduduk sambil melihat-lihat kagum pada ornamen rumah Jimin.

Dia benar-benar seperti bocah berusia lima tahun yang baru melihat dunia luar.

"Ya! Kau mau kemana hei!!" suara Victory membuat Jimin ikut menoleh ke arah sang gadis yang telah beranjak menghampiri beberapa robot hasil ciptaannya.

"Ah, mungkin dia ingin ke toilet," ujar Victory  dengan senyum canggung.  Jauh dari lubuk hati sana, Victory merutuki dirinya karena sudah membawa gadis usil seperti Jennie ke tempat sahabatnya yang notabenenya banyak sekali barang-barang elektrik.

"Oh begitu. Ngomong-ngomong, kenapa dia memanggilku 'Profesor Park' apa dia mengenalku? Atau jangan-jangan dia mahasiswi di kampus?" tanya Jimin yang tak kunjung mengingat banyaknya pelajar di kampusnya.

"Ya, dia salah satu mahasiwiku. Jurusan hukum, patut saja kau tidak mengenalnya. Ah tapi, lebih baik kau jangan berurusan dengannya, Jim."

Salah satu alis milik pria bermarga Park memicing. Gerutan-gerutan halus juga muncul di dahinya pertanda bingung akan omongan Victory tadi.

"Kenapa?"

Lantas Victory Kim hanya bisa mengangkat bahu lebarnya. "Nanti juga kau akan tahu," sahutnya yang segera ditimpali oleh sang empunya rumah.

"Jangan bilang kau akan melibatkanku agar berurusan dengannya?! Hei! Jangan macam-macam, Kim. Bagaimana jika tunanganku tahu dan salah paham akan hal ini?!"

Pria yang lebih tua beberapa bulan namun lebih pendek darinya itu melototkan mata.

Park Jimin memang seperti itu, selalu saja was-was jika ada wanita di sekitarnya. Takut, jika sang tunangan akan salah paham padanya dan berakhir cemburu sampai berhari-hari.

Iih mengerikan! batin Park Jimin membayangkannya.

"Tidak. Kau hanya perlu membantu kami. Aku yakin, Chaeyoung tidak akan cemburu jika kau berada di dekatnya. Kan ada aku."

"Tunggu-tunggu!  Kau bilang 'kami'? Maksudmu?"

Victory Kim merotasikan bola matanya malas dan menatap datar pada sahabatnya.

"Ayolah, Jim. Jangan bergaul terus dengan robot, atau kau akan bodoh seperti mereka yang hanya dikendalikan oleh programmer. Tapi bedanya kau dikendalikan oleh tunanganmu hahahaha!" tawa Victory lepas, menertawakan sahabatnya yang menampilkan wajah datar.

"Hei! Bujang lapuk!"geram Jimin, beranjak dari duduknya.

"Sialan! Jangan memanggilku dengan sebutan itu bodoh! Kau pikir aku setua itu! Lihat, sebentar lagi aku akan melepas status lajangku, catat itu Park Jimin!"

Saat itu juga pria bermarga Park melebarkan matanya. "Oh my God!" pekik Jimin dengan mulut terbuka karena tak percaya.

"Jangan bilang, kau datang ke sini dengan gadis itu karena kau sudah mengencaninya dan berakhir dengan dia yang hamil anakmu. Sehingga kau berniat mengundang ku ke pernikahan dadakan mu itu. Astaga.... Victory!!! Kau ini bodoh atau tak punya otak? Dia itu mahasiswi di kampus kita. Apa kata orang kalau tahu kau menghamili—"

PLTAAKK!

Puas sudah sang pria bermarga Kim meluapkan emosinya.

"Jimin, please! Daripada kau memprogram para robot ataupun mesin-mesin ciptaanmu itu, lebih baik kau  mereset ulang otak kotormu—"

In Your Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang