10

698 128 47
                                    

Tak habis pikir, kenapa pria Kim itu terlalu mempercayai Jennie. 

"Ayolah, Jane. Aku yakin kau bisa. Katanya mau menjelajahi waktu."

Gadis bermarga Kim itu mendecakkan lidahnya kemudian mengalihkan pandangan ke arah yang lain.

"Apa yang kau pikirkan, ahjussi? Aku ini hanya manusia biasa. Aku tidak bisa  menghentikan kutukan itu karena yang sudah terjadi biarlah berlalu."

Bukan Victory namanya jika tak keras kepala. Sudah ia katakan bahwa ia akan segera menikah setelah berhasil menghilangkan kutukan sialan itu.

"Tidak. Kau pasti bisa! Kau sendiri yang bilang, kalau katanya harus datang ke masa  lalu agar mencegah kutukan itu terjadi," kata Victory yang bersikukuh membujuk Jennie.

Jennie memejamkan matanya sejenak kemudian menatap datar ke arah Victory. Gadis itu tetap begitu hingga sampai beberapa detik setelahnya ia tak menemukan apapun yang mencurigakan.

Apa yang dikatakan dosennya itu, tulus dari lubuk hatinya.

Hhmm...

Gadis itu bergumam. Menimang sebentar ucapan sang dosen.

Sampai tiga detik kemudian sebuah bohlam imajiner muncul di otaknya. Sejurus kemudian seringaian tipis juga terbit di sudut bibir sang gadis.

"Apa balasanku jika aku menuruti permintaanmu, ahjussi?"

Jimin yang tak sengaja mendengar pembicaraan mereka hanya bisa mendengus kecil.

Ternyata, ini yang dimaksud Victory akan melibatkan dirinya. Ah... Victory, kau nekat sekali.

Sang pria dengan marga Kim itu menaikkan salah satu alisnya. "Apa yang kau inginkan, akan aku berikan. Apapun itu," celetuk Victory.

"Eumm... Menarik. Tapi sayangnya aku tidak tergiur," kata Jennie yang langsung membuat bahu lebar Victory turun.

Namun Victory bukanlah tipe lelaki yang mudah menyerah. Di setiap darah yang mengalir ditubuhnya terkandung sebuah ambisi yang kuat. Jadi jangan heran jika ia menjadi sosok yang ambisius.

"Kau yakin akan membiarkan tawaranku begitu saja, Jennie Kim? Kau lupa, sudah lebih dari dua kali kau membolos di kelasku. Itu artinya kau tidak boleh mengikuti ujian yang akan dilaksanakan tiga Minggu lagi. Kedua, apa kau lupa tanggungan tugasmu masih menumpuk? Kira-kira bagaimana jika ayahmu yang seorang kepala jaksa itu tahu bahwa putri semata wayangnya seperti ini? Dan juga mau bagaimana jadinya kalau ibumu tahu bahwa kau mendapatkan nilai C."

Wajah datar sang gadis seketika berubah menjadi masam. Jujur saja, ia tak suka jika menyangkut-pautkan pendidikannya dengan kedua orang tuanya. Sungguh, ia tak mau mengecewakan orang tuanya  karena hal itu akan berdampak pada kondisi dompetnya.

"Yak! Jangan bawa-bawa orang tuaku!" pekik Jennie.

"Astaga! Memangnya kenapa kalau orangtuamu tahu?" ledek Victory yang semakin membuat Jennie merengut.

"Ya ahjussi! Bisa tidak sehari saja jangan membuatku kesal?!"

Tangan Jennie terkepal, pertanda menahan marah yang kapan saja bisa meluap.

Rasanya ingin sekali menyumpal mulut Victory yang dengan mudahnya memberi ancaman seperti itu.

"Aku? Membuatmu kesal? Kapan, Jane?" ucap Victory yang sengaja memancing emosi sang gadis.

Ia paham betul bagaimana kebiasaan remaja yang sering labil seperti Jennie ini. Karena itu, ia sedikit bertindak licik, ah ralat maksudnya cerdik.

In Your Time Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang