Pria itu hanya diam. Duduk di sebelahku sambil menatap pemandangan hamparan laut dan negara Singapura yang berada jauh di seberang kami.
Aku tidak menatap kepada wajah pria yang duduk di sebelahku itu. Aku mendudukkan kepalaku, sengaja agar pandanganku bersih dari pengelihatan yang mungkin salah.
Saat pria itu memanggilku barusan, aku reflek menghadap kepadanya. Aku tak sengaja sempat melihat wajah pria itu saat ia berdiri di belakangku.
Wajah pria itu tampan, bahkan sangat tampan. Hidungnya mancung, matanya tidak besar namun juga tidak sipit. Bulu matanya lentik, alisnya cukup tebal, dan kulitnya putih bersih.
Pria itu terlihat sudah dewasa dengan penampilan fisik yang ku lihat. Kira-kira umurnya sekitar 20-21 tahun. Yang pastinya ia terlihat lebih tua dari ku.
Saat itu ia memanggilku dengan sebutan "kak" memang karena ia tidak mengenal diriku dan mengetahui umurku.
Jujur sejujur jujurnya, saat itu aku sedikit merasa gelisah dengan kehadiran pria itu. Bukan karena suatu hal buruk yang ia bawa, melainkan karena ia seorang laki-laki yang tidak mahram denganku.
Aku ingin menjadi Aisyah, dan tak mungkin sosok Aisyah akan duduk bersebelahan dengan laki-laki yang tidak mahram dengannya.
"Kamu, orang mana?" tanya pria itu tiba-tiba.
Aku terkaget, hatiku semakin merasa gelisah dan resah. Aku sungguh tak mengerti dengan maksud dan tujuan dari pria itu.
"Ooh, aku tinggal deket sini kok!" jawabku gugup. Sungguh aku merasa sangat canggung saat itu. Aku memang tak biasa berbincang dengan orang yang tak ku kenal.
"Ooooh.. kamu kenapa nangis?" tanya pria itu lagi. Ia memang melihatku ketika menangis tadi.
"Hah? Nggak.. lagi sedih doang!" jawabku singkat, tak ingin memperpanjang perbicangan.
Aku kemudian menatap kepada wajah pria yang duduk di sebelahku itu. Sungguh hatiku benar-benar merasa tidak enak dan segan saat itu.
Ya, pria itu memang tampan, bahkan sangat tampan. Siang itu ia mengenakan sebuah baju koko berwarna hitam dengan celana bahan yang juga berwarna hitam. Benar-benar terlihat sangat tampan.
Pria itu kemudian menghadap kepadaku, ia sepertinya tersadar bahwa dirinya baru saja ku perhatikan. Pria itu kemudian memberikan senyumannya. Mata pria itu terlihat berkaca-kaca, ia terlihat seperti sedang bersedih.
Aku kemudian memalingkan wajahku, tersadar bahwa laki-laki yang saling tatap menatap denganku saat itu bukanlah laki-laki yang mahram denganku.
"K-kamu ngapain disini?" tanyaku pelan kepada pria tersebut. Jujur aku tak ingin ia berada di sana saat itu.
"Aku lagi sedih, orang tuaku baru aja meninggal.." jawab pria itu sendu.
Suara pria itu terdengar bergetar, seperti sedang menahan tangisan. Aku kemudian menatap kembali kepada wajah pria yang duduk di sebelahku itu.
Aku benar-benar tak menyangka ternyata nasibku dengan-nya saat itu sama. Kami sama-sama kehilangan orang tua kami.
"Ibumu? Atau ayahmu?" tanyaku penasaran dengan orang tua yang meninggal dari pria tersebut.
"Dua-duanya..." jawab pria itu sambil menghela napas bersabar. Ia kemudian menatap ke arah laut kembali.
Aku terkaget. Aku yakin perasaan pria itu sedang tidak baik-baik saja. Aku yang saat itu ditinggalkan oleh 1 orang tua saja sudah merasa tak sanggup, bagaimana dengan diri-nya?
KAMU SEDANG MEMBACA
KETIKA SAINGANKU ADALAH TUHAN [END]
Romance𝑻𝒆𝒏𝒕𝒂𝒏𝒈 𝑺𝒂𝒇𝒊𝒓𝒂... Namanya Aesya Safira.. Seorang gadis cantik yang terinspirasi dengan sosok perempuan hebat yaitu Aisyah radhiyallahu anha. Ayahnya menamakannya dengan nama "Aesya" bertujuan agar anak gadisnya itu tumbuh dewasa menjadi...