60

1.6K 259 3
                                    

Kamis, 23 Agustus 2018.
Hari ini adalah hari dimana aku, Javir, dan Tiara akan terbang ke kota Batam untuk meminta restu atas rencana pernikahanku dengan Javir itu.

Aku harus melupakan Kahfi. Aku harus bisa mengikhlaskan kepergian pria itu. Walau ini benar-benar sangat berat bagiku. Namun aku tetap tidak bisa menolak sebuah kematian. Aku tidak bisa menolak sebuah takdir yang sudah terjadi.

Sampai hari itu aku masih merasakan sebuah kesedihan yang dahsyat. Menerima kematian Kahfi bukanlah suatu hal yang mudah. Namun aku harus berusaha. Walau sangat sulit.

Hari itu aku juga tak mungkin membatalkan penerbangan ke Batam hanya karena belum bisa menghilangkan rasa sedihku. Aku harus tetap berangkat ke Batam, karena Javir juga sudah memesan tiket pesawat dari 1 minggu yang lalu.

Aku harap Kahfi bisa tenang di alam sana. Dan Tuhan bisa memberikannya tempat terbaik dan sesuatu yang dapat membalaskan cinta tulusnya yang selalu dipatahkan itu.

Aku sangat berharap. Sangat amat berharap.

~

Saat itu pukul 06.45 pagi.
Tadi malam aku sengaja menginap di rumah om Syahid. Sebab hari ini aku dan Tiara akan pergi bersama ke Batam. Juga dengan Javir.

Aku juga telah memberi tahu om Syahid tentang kebohonganku itu. Reaksi om Syahid terlihat sangat terkaget. Namun ia merasa hal yang ku lakukan tersebut tidak salah.

Dan yang mengetahui tentang cinta Kahfi itu hanya-lah aku dan Tiara. Namun sepertinya Javir juga tahu. Sebab pria itu juga ikut menyaksikan tangisanku yang sangat histeris saat di makam Kahfi itu.

Walau Javir tidak bereaksi apapun, aku sangat yakin pria itu mengetahui bahwa ada sesuatu dengan Kahfi. Ia juga menyaksikan saat Kahfi memelukku pada 1 hari setelah kematian Elif itu. Tak mungkin pria itu tidak beranggapan apa-apa.

Pagi itu mataku sembab. Sudah selama 3 hari ini aku terus menangis. Walau aku sudah berusaha keras untuk melupakan Kahfi, namun entah mengapa hatiku selalu menolak. Menolak untuk melupakan pria itu.

Meski seperti itu, aku tetap mencintai Javir. Biarlah cintaku kepada Kahfi ini tetap ku simpan. Tidak jadi ku buang seperti dulu. Lagi pula cinta ini sudah dipisahkan oleh maut.

Jadi biarlah aku mencintai 2 pria itu. 1 cinta yang akan menjadi sejarahku di dunia dan akhirat. Dan 1 cinta lagi yang akan menjadi sejarahku di dunia.
Amiin ya rabbal alamin...

Jadwal penerbanganku menuju Batam hari itu adalah pukul 09.00 pagi. Dan saat itu aku sudah siap bersama Tiara menunggu Javir untuk pergi ke bandara besama-sama.

"Safira pamit dulu ya om!" seruku berpamit kepada om Syahid.

"Kakak juga yah!" ikut Tiara berpamit. Kami lalu menyalimi tangan om Syahid bergantian.

"Masya Allah Fira... Cepet banget ya kamu! Tiara aja kalah!" gurau om Syahid sambil tertawa. Aku dan Tiara sontak ikut tertawa.

"Assalamualaikum!" seru Javir yang baru sampai.

"Waalaikumussalam.." sahutku, Tiara, dan om Syahid. Javir lalu berjalan masuk dan menghampiri om Syahid, pria itu kemudian menyalimi tangan om Syahid.

"Kamu jaga ya anak-anak perempuan saya!" pesan om Syahid kepada Javir.

"Insya Allah om..." sahut Javir sembari menganggukkan kepala.

"Yah! Taksi-nya udah sampe. Kita berangkat ya!" sela Tiara berpamit.

"Iya! Kalian hati-hati ya..."
"Om kirim salam ya sama ayah kamu Safira!"
sahut om Syahid.

KETIKA SAINGANKU ADALAH TUHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang