64

1.4K 249 7
                                    

Jum'at, 24 Agustus 2018.
Hari ini aku, Tiara, dan Javir akan kembali ke Jakarta.

Insya Allah, sebelum pulang kami akan menyempatkan diri untuk berziarah ke makam ibu. Dan kami akan mampir juga ke rumah nenekku.

Saat itu pukul 09.00 pagi.
Tadi malam Javir juga tidur di rumahku. Pria tidur di sofa ruang tamu. Sedangkan aku dan Tiara tidur di kamarku.

Kami baru saja selesai menghabiskan sarapan bersama ayah. Dan ada sesuatu hal yang ingin aku beri tahu. Tadi subuh, ayah juga menyuruh Javir untuk mengimami sholat berjamaah.

Ayah bilang, ia ingin mengetes kembali bacaan Al-Qur'an Javir. Walau ayah juga sudah mengetes bacaan pria itu kemarin. Dan ternyata, bacaan Qur'an Javir benar-benar sangat bagus. Pria itu pandai sekali dalam mengaji.

Nada dan lantunan ayat demi ayat yang Javir bacakan benar-benar sangat merdu. Aku seketika bertambah terpesona dengan pria itu. Sebab, selama ini Javir tak pernah membaca Al-Qur'an di depanku.

Ayah juga mengatakan bahwa bacaan Javir bagus. Begitupun dengan Tiara. Gadis itu juga sependapat dengan aku dan ayah.

Saat itu aku dan Tiara tengah bersiap-siap di kamar. Tujuan kami pertama kali adalah mengunjungi rumah nenek. Setelah itu kami akan ke makam ibu. Lalu langsung menuju bandara.

Pesawat kami hari itu akan terbang pada pukul 14.00 siang. Javir sengaja memesan tiket pesawat jam segitu agar ia dapat melaksanakan sholat Jum'at terlebih dahulu.

Javir saat itu sedang duduk di ruang tamu. Pria itu tengah menungguku dan Tiara bersiap-siap. Tak lama kemudian aku dan Tiara keluar dari kamar.

"Waaa, make gamis lo?" tanya Tiara melihat Javir yang sedang melamun.

"Hahaha.. iya! Biar sekalian buat sholat Jum'at nanti." jawab Javir.

"Oooh gituu..." sahut Tiara.

Pagi itu Javir mengenakan sebuah gamis berwarna biru tua. Pria itu sungguh terlihat sangat tampan pagi itu.

"Yah! Safira pamit dulu ya!" ucapku sembari berjalan menghampiri Ayah.

"Iya! Hati-hati ya!" jawab Ayah. Aku lalu menyalimi tangan Ayah.

"Tiara pamit juga ya om!" sahut Tiara ikut berpamit. Gadis itu kemudian menyalami tangan Ayah.

"Iya! Kamu juga hati-hati ya!" balas Ayah sembari menyalamkan tangan-nya kepada Tiara.

"Iya om!" sahut gadis itu.

Javir kemudian beranjak. Pria itu lalu berjalan menghampiri Ayah. Ia juga ingin berpamit kepada Ayah.

"Om, Javir pamit." seru Javir dengan sopan. Pria itu menundukkan kepala-nya.

"Iya!" sahut Ayah. Javir kemudian menyalim tangan Ayah.

"Javir!" panggil Ayah pelan.

"Saya minta sekali lagi sama kamu, tolong buat jaga anak saya. Dan tolong juga buat jaga kepercayaan saya. Saya yakin, kamu laki-laki yang baik!" jelas Ayah.

"Siap om! Insya Allah Javir bakal jagain Safira, dan Javir bakal menjaga kepercayaan om!" sahut Javir dengan yakin.

Ayah kemudian tersenyum kepada Javir. Wajah Ayah terlihat penuh dengan harapan. Ia lalu menyuruh Javir, aku, dan Tiara untuk segera berangkat. Tiara kemudian langsung memesan taksi.

Tak lama kemudian taksi yang dipesan oleh Tiara tersebut datang. Aku, Tiara, dan Javir lalu segera masuk ke dalam taksi. Tujuan kami saat itu adalah pergi ke rumah nenek.

Rumah nenek yang akan kami tuju ini adalah rumah nenek dari ayahku, bukan nenek dari ibuku. Yaitu ibu dari Ayah. Itu tanda-nya, nenekku yang akan kami kunjungi pagi itu, adalah nenek Tiara juga.

KETIKA SAINGANKU ADALAH TUHAN [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang