"Manusia memang pintar dalam membuat luka, sampai mereka lupa jika menghilangkan bekasnya, tidak semudah menciptakannya"
A
T
H
A
L
A●○••••○●
Pagi yang begitu cerah, kini seorang gadis berusia delapan belas tahun sudah siap dengan seragam sekolahnya. gadis itu berjalan santai di koridor sekolah, sepertinya hari ini ia terlalu cepat datang kesekolah. Lihat saja! Di sekitar sekolah masih terlihat sangat sepi. Hanya ada tiga orang tukang sapu dan beberapa siswi ambis yang sedang melakukan piket di halaman.
Jujur saja ia malas datang kesekolah sepagi ini. Jika saja bukan karena orang tuanya, ia tidak akan sudi lagi menginjakkan kaki di tempat ini. Dia sudah cukup kecewa dengan sekolah ini, mungkin jika mendapat izin untuk pindah, ia akan secepatnya pindah dari sini. Baginya semua yang ada di sekolah ini sangat memuakkan!
Setelah sampai di kelasnya, ia langsung mendudukkan dirinya di bangku. Sesekali ia menoleh kebelakang, ia benar-benar sendirian di dalam kelas ini. Sepercik cerita horor di sekolah kembali terlintas di dalam fikirannya.
Athala bergidik ngeri, setelah wajah hantu yang ada di film horor kesukaannya tiba-tiba terlintas di benaknya. Akhirnya ia memutuskan keluar dari kelas, sepertinya ia akan menunggu teman-temannya di taman.
Jarak taman dan kelasnya memang cukup jauh, karena kelas Athala berada paling pojok.
"Athala!"
Athala yang merasa terpanggil, lantas memutar tubuhnya ke arah sumber suara. Dan yang pertama ia lihat kini adalah wajah seorang pria tampan, dengan senyuman yang begitu tulus di bibir tipisnya.
Dia Rafka Mahesa, kapten basket di SMA Darmaga atau yang kerap di sebut Smada. Rafka memiliki postur tubuh yang cukup tinggi, dengan pahatan wajah yang nyaris sempurna. Rafka terbilang sangat dekat dengan Athala, tak ayal jika banyak siswa yang menganggap mereka berdua adalah sepasang kekasih.
Sebenarnya mereka memiliki perasaan yang sama, akan tetapi mereka lebih memilih bersahabat, dari pada harus pacaran yang mana jika berakhir akan menumbuhkan rasa sakit bagi keduanya.
"La! hari ini temenin gue tanding ya?"
Athala nampak berfikir, sebenarnya ia malas jika harus berada di tempat ramai seperti itu. Apalagi ia harus mendengar teriakan fanatik dari Cewe-cewe ganjen yang sangat mengidolakan sahabatnya.
"Athala!" Seru Rafka sedikit keras, untuk membangunkan gadis itu dari lamunannya.
"Eh! iya-iya, nanti gue temenin"
Cewek ini selalu baik ketika berhadapan dengan Rafka. Sifatnya sangat bertolak belakang ketika bersama temannya yang lain, karena ia akan lebih cenderung kasar, egois dan tidak banyak bicara.
"Yaudah, ayo masuk kelas!" ajak Rafka. Cowok itu lalu menggandeng erat tangan Athala, membuat gadis itu terpaksa harus mengekorinya dari belakang.
"Udah sarapan?"
Athala mengangguk kaku, lagi-lagi ia terpaksa berbohong. Ia tidak mau membuat Rafka terlalu kawatir terhadapnya, jangankan sarapan, untuk sekedar minum saja ia tidak di perbolehkan. Orang tuanya sangat keras terhadapnya, di fikiran mereka hanya nilai yang bagus, mendapat kehormatan, dan juga materi. Mereka tidak pernah perduli dengan keadaan Athala, lain halnya dengan Agatha, orang tua Athala sangat menyayangi gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...