Terkadang trauma di masa lalu yang membuat kita ingin selalu menyerah dan takut untuk kembali melangkah.
A
T
H
A
L
A
●○••••••●○Sore ini Athala duduk di tepi pantai. Angin semilir senantiasa menerbangkan rambut hitamnya dan juga kemeja kotak-kotak yang ia jadikan outer. Sudah satu jam lamanya ia termenung seorang diri di pantai ini. Rasanya baru satu hari Semesta meninggalkan dirinya, tapi rasanya seperti sudah berbulan-bulan lamanya. Ada sedikit rasa menyesal ketika mengetahui pria itu mencintainya. Dari surat yang semalam Bik Ijah temukan di meja Semesta, Athala dapat memahami betul apa yang tertulis di dalamnya. Rupanya sudah begitu lama Semesta mengaguminya dalam diam.
Pria baik seperti Semesta memang tidak seharusnya merasakan rasa sakit yang terlalu lama di dunia ini. Dari cerita yang disampaikan oleh Bik Ijah, Semesta adalah pria yang sangat soleh, dia tidak pernah meninggalkan ibadahnya dari kecil. Wajar saja, ketika proses perawatan Jenazah semua orang sempat tertegun. Bau harum dari tubuh jenazah membuat semua orang tidak bisa berhenti memuji kebaikan Semesta semasa hidupnya.
Athala menunduk dalam, ia menatap sebuah kertas yang sudah lecek akibat ia gengam terlalu erat. Kertas itu adalah kenang-kenangan tetakhir dari semesta yang di temukan Bik Ijah dan diberikan padanya. Dada Athala terasa nyeri ketika suara Semesta berulang kali berputar dalam ingatannya.
Derunan ombak sesekali menerjang kakinya. Gadis itu duduk di tengah hamparan pasir putih yang sangat lembut. Matanya menatap kosong kedepan, sisa-sisa air mata masih senantiasa berlinang di pipinya. Bayangan wajah Semesta benar-benar sulit untuk ia hapuskan dari ingatannya.
"Ish! Siapa, sih?" gerutu Athala secara tiba-tiba ketika matanya di tutup tangan oleh seseorang dari arah belakang.
Gadis itu menepis kedua tangan kekar itu dari matanya. Ia kemudian berbalik badan untuk milihat siapa manusia yang telah berani mengagetkan dirinya yang tengah hanyut dalam lamunan.
"Hey!" sapa cowok itu dengan senyuman manis di bibirnya. Ia kemudian beralih mendudukan bokongnya tepat di samping Athala.
Athala mendengus ketika melihat siapa sosok manusia yang telah berani mengagetkan dirinya. Ia kemudian kembali mengalihkan atensinya kearah depan, membiarkan cowok itu menatap wajahnya dari arah samping.
"Kok murung gitu mukanya? Habis nangis, ya?" Tanya Rafka keheranan. Cowok itu mengerutkan kedua alisnya.
Athala hanya menghela nafas berat. Untuk saat ini sebenarnya ia tidak ingin diganggu oleh siapa pun. Ia ingin menikmati waktu sendirian di pantai ini, tanpa ada seorang pun yang akan merecokinya. Termasuk Rafka sekali pun. Lagi pula, Akhir-akhir ini ia memang sedang berusaha menjaga jarak dari cowok itu. Ia tidak mau lagi terlalu dekat dengan Rafka, sebab jika ia masih sering bertemu dengan cowok itu, maka artinya ia akan semakin sulit untuk menyingkirkan Rafka dari hatinya.
"Kok diem aja, sih?" Rafka kembali bertanya. Namun kali ini Athala tetap diam, gadis itu hanya menggeleng pelan untuk memberi respon.
Rafka menelan salivnya sejenak, "Kenapa kemarin nggak berangkat sekolah?" Rafka bertanya dengan menaikan sebelah alisnya. Kemarin ia sampai mencari-cari Athala hingga ke rumah gadis itu. Hanya saja ia tidak menemukan satu orang pun, bahkan satpam rumah Athala juga tidak ada.
"Lagi ada urusan," jawab Athala singkat dengan tatapan yang masih lurus kedepan.
Rafka nampak mengangguk faham, kemudian cowok itu mengambil sebuah kotak yang ia letakkan di sampingnya. Rafka menyodorkan kotak tersebut pada Athala.
Athala yang tidak faham dengan maksud Rafka, kini hanya menatap dalam wajah cowok di sampingnya. Ia sama sekali belum menyentuh kotak tersebut, ia ragu untuk menerima uluran kotak tersebut dari tangan Rafka.

KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Genç Kurgu"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...