Kita tidak akan pernah tau permainan seperti apa yang akan kita mainkan kedepannya.
A
T
H
A
L
A
○●○●○●Kicauan burung mengiringi setiap langkah seorang gadis dengan seragam sekolah yang melekat rapi di tubuhnya. Gadis dengan rambut kuncir kuda itu berjalan santai menyusuri koridor sekolah untuk menuju kelasnya. Sudah satu minggu lebih ia tidak masuk sekolah, dan kini ia menguatkan tekadnya untuk kembali ketempat ini. Ia berharap semuanya sudah kembali seperti semula, tidak lagi ada olokan dari teman-temannya. Jujur ia rindu dengan kedua sahabatnya dan juga Rafka yang sudah seminggu ini tidak memberinya kabar sekali pun.
Keadaan sekolah masih lumayan sepi. Nampaknya Para murid satu persatu baru saja menginjakkan kaki di lingkungan sekolah. Athala kini sudah sampai di depan kelasnya, gadis itu langsung mendudukkan dirinya pada bangku yang sudah lama tidak ia duduki.
Beberapa siswi yang sudah datang lebih dulu dari Athala kini melempar tatapan tidak suka ke arah gadis itu. Sepertinya semua masih sama, kehadiran Athala belum bisa sepenuhnya diterima oleh mereka seperti sebelumnya.
Athala mendengus, ia memilih untuk memainkan ponselnya dari pada memikirkan tatapan-tatapan tidak mengenakkan dari teman sekelasnya. Tujuannya untuk berangkat sekolah hari ini hanya untuk melihat nilai kelulusannya, selebihnya ia tidak perduli.
Kini keadaan kelas sudah semakin ramai, kedua manusia yang kedatangannya ia tunggu pun akhirnya muncul di ambang pintu. Athala berharap dua gadis cantik itu mau menegurnya, akan tetapi tidak, mereka berdua melewatinya begitu saja tanpa melirik ke arahnya sedikit pun.
Sakit, itu yang Athala rasakan saat ini. Ia seperti dikucilkan di sini, tidak satu pun teman yang mau mengajaknya bicara atau sekedar menanyakan kabar. Athala terus bertanya-tanya sebenarnya apa salahnya, apa yang membuat mereka sebenci itu pada dirinya, padahal sudah jelas di sini ia hanya korban bukan pelaku.
Mata Athala berbinar ketika melihat Sandi dan Zico memasuki kelas, ia yakin Rafka juga pasti ada 'tak jauh di belakang mereka. Namun, dugaannya salah, tidak ada tanda-tanda kedatangan Rafka. Athala mengernyit heran, sebenarnya ke mana Rafka pergi, semalam ia sudah mencoba menghubungi nomor pria itu, tetapi nomornya tidak aktif.
"Sandi, lo liat Rafka, Nggak?" tanya Athala tanpa beranjak dari bangkunya.
"Nggak, La. Udah dua hari ini dia nggak masuk," jawab Sandi yang baru saja mendudukkan dirinya di bangku yang letaknya hanya terhalang dua bangku dari posisi Athala duduk.
Athala semakin dibuat kawatir setelah mendengar jawaban Sandi, "lo nggak nanya dia ke mana?"
"Udah, tapi chat gue nggak di bales. Emang dia nggak ngehubungin lo?"
Athala menggeleng, "dia nggak ada kabar," ungkap Athala dengan suara yang terdengar lirih.
"Rafka udah nggak perduli sama lo kali," cibir Zena dari bangkunya. Sejak tadi gadis itu rupanya menyimak pembicaraan Athala dan Sandi.
Sontak Athala menoleh kebelakang ke arah gadis itu, ia merasa tidak suka dengan ucapan Zena yang terdengar sarkas di telingannya.
"Maksud lo apa sih?" Athala bertanya dengan nada ketus.
Zena terkekeh, "kenapa? Nggak suka?"
"Lo tu bener-bener, ya! Gue salah apa sih sama lo?" Athala mentap tajam gadis di depannya. Ia benar-benar tidak habis fikir dengan sifat Zena yang berubah derastis, Zena yang saat ini bukanlah Zena yang ia kenal dulu.
"Banyak!" Sahut Zena dengan tatapan yang 'tak kalah tajam ke arah Athala.
Dada Athala naik turun menahan amarah, ia mati-matian meredam emosinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...