Berfikirlah sebelum bertindak, karena kita tidak pernah tau karma seperti apa yang akan kita dapatkan di kemudian hari.
A
T
H
A
L
A
••••••Dibawah rindangnya pohon pinus, seorang gadis terduduk di atas hamparan rumput hijau dengan tatapan kosong ke arah danau. Angin berhembus meniup-niup rambut hitamnya. Keadaan tempat ini begitu sepi, tidak ada tanda-tanda kehadiran manusia lain selain dirinya.
Sudah hampir setengah jam gadis itu duduk melamun seorang diri di tempat ini. Terus berada di dalam rumah hanya akan membuatnya semakin hancur karena merasa kehilangan. Oleh sebab itu ia memutuskan untuk datang ke tempat ini, rasanya sudah sangat lama ia tidak mengunjungi tempat ini, dulu di tempat ini ia sering menghabiskan waktu bersama Rafka.
Kini kedua mata Athala menatap kosong ke arah danau. Kepergian Mario dan Agatha baru satu hari, akan tetapi terasa begitu lama bagi Athala. Meski pun semasa hidupnya Mario selalu menggores luka padanya, tetap saja pria itu adalah orang tuannya. Kepergian Mario dan Agatha begitu menyiksa batin sekaligus mentalnya. Keinginan untuk dipeluk oleh Mario belum terkabul, namun pria itu malah lebih dulu meninggalkan dirinya.
Semesta terasa hening, semua orang meninggalkan dirinya. Selama ini ia yang selalu berdo'a pada Tuhan untuk mencabut nyawanya, namun rupanya Tuhan malah mengambil Papa dan adiknya terlebih dahulu. Ia benci! Ia benci dengan ini semua, seharusnya ia dulu yang pergi, bukan mereka. Kenapa rasanya begitu sulit untuknya mendapatkan ketenangan yang selama ini ia idamkan.
Kini tidak akan ada lagi pukulan dan tamparan dari Mario dan Erna. Tidak akan ada lagi kata-kata menyakitkan yang keluar dari mulut mereka berdua. Kini semua telah selesai, Mario telah kembali menemukan ketenangan, sedangkan Erna, entah ke mana wanita itu pergi. Setelah mengungkap semuanya pada Athala kemarin, wanita itu langsung pergi begitu saja. Bahkan dia juga tidak ikut mengantarkan jenazah Mario dan Agatha ke pemakaman.
Athala menyelipkan anak rambutnya. Dari semalam ia tidak dapat memejamkan mata sedetik pun. Fikirannya terus memaksa ia untuk mengingat semua tentang Mario dan Rafka yang menghilang entah ke mana.
"Raf, lo marah ya sama gue?"
"Gue butuh lo, Raf-"
"Mana janji lo waktu itu, lo bilang nggak akan ninggalin gue. Tapi apa? Bahkan disaat gue bener-bener butuh lo, lo malah ngilang kayak gini," gumam Athala pelan dengan tangan melempar batu-batu kecil ke permukaan danau. Terlihat sorot penuh luka di matanya, hanya saja air mata tidak lagi mengalir di sana.
Sedangkan dari balik pohon yang 'tak jauh dari posisi Athala, seorang cowok menatap gadis itu dengan tatapan sendu. Hatinya ingin sekali menghampiri gadis itu, akan tetapi nyalinya menciut. Ia belum siap jika Athala akan meminta penjelasan tentang dirinya yang menghindar selama ini, ia takut Athala akan kecewa ketika mengetahui alasan yang sebenarnya.
Rafka benci pada dirinya sendiri, ia merasa dirinya benar-benar pengecut. Ia benci dengan semua ini, kenapa disaat ia ingin bahagia, kenyataan-kenyataan meyakitkan malah datang menghampiri dirinya.
Krek!
Tidak sengaja kakinya memijak ranting pohon yang ada di bawahnya. Rafka membulatkan kedua matanya, cowok itu kembali bersembunyi dengan jantung yang berdegup kencang. Pasalnya kini Athala nampak penasaran dengan suara yang baru saja ia ciptakan, gadis itu menatap ke arah pohon besar yang menutupi tubuh Rafka dari pandangan gadis itu.
Athala menggeleng pelan, mungkin itu suara ranting jatuh fikirnya. Ia kembali menatap ke arah danau dengan fikiran yang terus menerus melayang memikirkan semua yang terjadi dalam hidupnya. Untuk saat ini harapannya hanyalah kehadiran Rafka, ia benar-benar merindukan pria itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...