"Perihal rasa sakit yang tak berujung."
A
T
H
A
L
A
•••●○•••Dipaksa bertahan, dipaksa diam, dan dipaksa untuk ikhlas meski raganya sudah tak berdaya.
Dia begitu merindukan kematian.
Dia haus akan kepercayaan.
Dia berpura-pura bahagia untuk menutupi luka.
Berbuat kejam untuk melampiaskan amarah.
Dan bersikap tenang untuk menyelamatkan mental.
••••
"Tuhan nggak mau gue bebas, Raf. Buktinya gue masih dibiarin hiduo sampe sekarang!"
"Tuhan sayang sama lo, Ala. Dia nggak mau lo jauh dari orang yang lo sayang!"
"Tapi mereka nggak sayang sama gue, dan mungkin nggak akan pernah!"
••••
"Bahkan, sampek sekarang Tuhan aja nggak mau nerima gue di sisinya!"
"Itu artinya lo masih di butuhkan untuk tegak di dunia ini, La. Tuhan nggak mau orang kuat kayak lo punah."
••••
"Mending kamu mati! Nggak ada gunanya kamu hidup, Athala!"
"Kalo itu mau Papa, sekarang bunuh aku Pa! Setidaknya aku bisa mati di tangan Papa."
••••
"Beri gue kematian!"
"Karena cuman itu yang bisa bikin gue bebas!"
_Athala_
"Aku bahkan tidak tau, pada chapter berapa aku akan menemukan kebahagiaan abadi."
PLAK!
"Sakit Ma...."
"Diam kamu!"
Dugg!
"Aduh, hiks! Sakit," ringisnya ketika kepalanya di hantamkan ke tembok.
"Kalau kamu dapat nilai seperti ini lagi, jangan mimpi kamu bisa tinggal di rumah ini!" Wanita itu merobek kertas ulangan Athala menjadi beberapa bagian, "saya nggak sudi punya anak bodoh! Kayak kamu!" lanjutnya.
Jelb! Oksigen di sekitar terasa berkurang, dadanya terasa begitu sesak. Ucapan Mamannya benar-benar menyayat hatinya. Selama ini ia selalu berusaha mendapatkan nilai-nilai yang memuaskan, namun kenyataannya itu semua masih belum cukup. Orang tuanya tidak pernah bisa menghargai pencapaiannya, ia selalu dituntut untuk menjadi lebih-lebih dan lebih.
"Dari dulu kamu cuman bisa bikin saya malu, Athala!" Tanganya bergerak mencengkram rahang Athala.
"Ma-Maafin Ala Ma...."
"Saya nggak butuh maaf dari kamu!"
Athala menyeka air matanya, "Ma...Kenapa Mama benci banget sama Ala? Apa salah Ala?!"
Erna melepas cengkramannya. "Tanya saja sama diri kamu!"
"Apa di hati Mama nggak ada sedikit aja rasa sayang buat Ala?" ucapnya dengan air mata yang terus membanjiri kedua pipinya.
"Nggak ada!" Sentaknya penuh emosi.
Mata Athala membulat sempurna. Jawaban Mamanya sudah cukup membuatnya sadar, jika ia memang tidak pernah di harapkan di dunia ini.
"Terus kenapa aku di lahirin ke dunia, Ma? Kenapa Mama nggak gugurin aku aja!"
"Aku nggak sudi lahir ke dunia, kalo cuman buat ngarasain tamparan Mama sama Papa setiap hari!"
Plak!
"Udah mulai kurang ajar! Kamu, siapa yang ngajarin kamu ngomong gitu ke saya?"
Athala tersenyum kecut. "Mama yang udah ngajarin aku"
Plak!
Sekali lagi tamparan kembali melayang ke wajahnya, sudah lima kali tamparan itu menghantam pipinya. Dan saat ini pipi Athala terasa begitu nyeri, hawa panas dapat ia rasakan di sekitar pipinya. Tamparan Erna memang tidak pernah main-main, dan hal itu sudah menjadi makanan Athala selama bertahun-tahun.
"Malam ini nggak ada jatah makan buat kamu!"
Brak!
Setelah itu tubuh Erna sudah tidak terlihat, Erna juga telah menguncinya dari luar. Dan kini Athala masih berada di posisi yang sama, ia mencoba menganalisir semua yang baru saja terjadi, namun matanya malah semakin memanas. Gadis itu mencoba berdiri dengan tubuh yang sudah mulai kehabisan tenaga, ia berjalan ke arah nakas dan mengambil beberapa butir obat di dalam laci, kemudian meminumnya. Setelah itu ia membaringkan tubuh di atas kasur, dan mencoba memejamkan mata dengan menahan rasa nyeri di pipi dan kepalanya.
••●○••
Kalian tau cerita ini dari mana?Absen dulu yuk! Kalian dari daerah mana aja?
....
Oh iya guys, terimakasih buat kalian yang udah mau ngeluangin waktu buat baca cerita aku. Intinya makasih banyak, dan maaf juga kalau masih banyak tanda baca yang kurang benar, karena aku juga masih dalam proses belajar✌
Yaudah itu aja, Next! Lanjut ke Chapter selanjutnya...
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...