17. ( ATHALA)

17 2 0
                                    

Jika orang lain berkata sekenario Tuhan begitu indah, lantas mengapa? Sekenario yang ia buat begitu menyakitkan untukku.
A
T
H
A
L
A
○●.......●○

"La! Dengerin gue. Ini penting banget!" Pekik Elya, gadis itu baru saja datang dari luar kelas dengan nafas ngos-ngosan. Melihat tingkah Elya membuat Athala memincingkan kedua matanya, ia terpaksa menghentikan aktifitas menulisnya. "Kenapa sih?" Tanyanya, dengan sedikit rasa penasaran.

Elya berusaha mengatur nafasnya, kemudian mendudukan dirinya di bangku Rafka yang terletak di samping Athala. "Tadi gue denger anak kelas Sepuluh ngomongin lo. Gue cuman denger dari jauh sih, tapi gue denger jelas kalo mereka ngomongin lo." Ujar Elya dengan nada yang lebih tenang dari sebelumnya.

"Ngomongin apa?"

"Katanya semalem kan adek lo ngrayain ulan tahunnya. Dan Nyokap lo bilang kalo lo nggak mau ngehadirin pesta Agatha, padahal Nyokap lo udah maksa lo buat dateng."

Setelah mendengar apa yang Elya ucapkan, Raut wajah Athala langsung berubah tajam. Ia mati-matian meredam emosinya. Bisa-bisanya Erna berkata seperti itu, padahal semalam wanita itu yang melarangnya untuk ikut.

"Mereka nganggep lo egois, La. Sampe-sampe adek lo ultah aja lo nggak mau dateng." Sambung Elya. Gadis itu sedikit memelankan volume bicaranya ketika menyadari perubahan ekspresi sahabatnya.

"Mereka nggak tau apa-apa." Tukas Athala singkat dengan tatapan kosong kearah depan. Tak dapat dipungkiri, ia sebenarnya ingin sekali menyumpal mulut-mulut mereka yang sudah menggosipi dirinya di belakang. Tetapi hal itu segera ia urungkan, karena ia terlanjur janji kepada Rafka untuk tidak membuat ulah sebelum ujian berlangsung. Rafka memperingati seperti itu karena dia takut jika Athala membuat ulah, maka Athala akan mendapat hukuman berupa surat larangan mengikuti ujian yang akan dilaksanakan beberapa hari lagi.

"Emang bener ya, La? Semalem lo nggak mau dateng ke acara ultah adek lo?" Tanya Elya dengan hati-hati, ia takut jika pertanyaannya membuat Athala salah faham.

Athala memutar bola mata malas, "Iya kenapa? Lo juga mau bilang kalo gue egois?"

Elya menggeleng kuat. Benar dugaanya, pasti Athala akan salah faham dengan pertanyaan yang ia lontarkan barusan. Terkadang Elya juga bingung dengan perubahan sikap Athala, gadis itu susah sekali dimengerti, hal itu membuat Elya terkadang bingung bagaimana cara menyikapi gadis itu.

"Ngga-nggak gitu. Gue cuman masti'in aja." Jawab Elya gugup, yang setelahnya tidak lagi mendapat respon lebih dari Athala.

Merasa dicueki, akhirnya Elya memutuskan untuk pamit. "Gue ke kantin dulu ya? Mau nyusul Zena. Lo nggak ikut?" Tawarnya, namun Athala hanya menggeleng tanpa melihat kearahnya. Kemudian Elya mengangguk faham, gadis itu segera keluar meninggalkan Athala seorang diri di dalam kelas, lantaran semua murid sedang istirahat di luar kelas.

Sepeninggalan Elya, Athala segera menutup buku tulisnya. Gadis itu membereskan buku-bukunya yang berserakan di atas meja. Entahlah, tiba-tiba mood belajarnya hilang ketika mendengar kabar dari Elya tadi. Ia yakin saat ini semua orang tengah membicarakan dirinya karena ucapan Erna semalam.

Athala mendengus, matanya beralih menatap bangku Rafka yang sejak Tiga Puluh menit lalu sudah kosong. Tadi setelah jam pelajaran Rafka langsung melenggang pergi meninggalkan kelas untuk memenuhi panggilan Pak Bimo di ruang Olah Raga.

ATHALA MISERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang