29. (ATHALA)

7 3 0
                                    

Rasa cinta yang berlebihan bisa  menimbulkan dendam yang 'tak berkesudahan.
A
T
H
A
L
A
•••••••••

Athala turun dari taksi. Tidak jauh dari keberadaannya sudah ada Zerga yang baru saja turun dari mobilnya. Athala tak ingin bersuara sendikitpun, ia memilih untuk diam dan menunggu pria itu berjalan terlebih dahulu untuk menunjukkan makam Leon.

Jujur ada sedikit rasa takut yang tersirat di hatinya. Ia takut jika dirinya sedang di jebak, percaya begitu saja dengan manusia yang berhasil membuatnya trauma bukanlah hal yang mudah. Sejak di perjalanan, hatinya senantiasa diselimuti dengan rasa cemas.

Melihat Athala yang hanya diam tanpa membuka suara membuat Zerga mengerti. Ia lantas berjalan terlebih dahulu memasuki area pemakaman. Pemakaman ini letaknya memang 'tak jauh dari komplek rumah Leon berada. Zerga mengarahkan Athala pada gundukan tanah yang di atasnya terdapat batu nisan dengan nama, Leonard Pradipta.

Athala menghentikan langkahnya ketika melihat Zerga berhenti tak jauh di depannya. Kedua matanya menelisik ke arah batu nisan yang ada di bawah pria itu. Dan memang benar, nisan itu tertulis nama Leon beserta nama ayahnya lengkap dengan tanggal kematian dan tahunnya. Athala mulai sedikit mendekat, gadis itu merapikan anak rambutnya yang hampir menutupi mata akibat terpaan angin.

"Yon, gue bawa Athala!" Zerga berjongkok di samping makam Leon. Pria bertubuh kekar itu mengelus pelan batu nisan berwarna putih di depannya. 

Athala menunduk, matanya menatap nanar ke arah Zerga. Ia berdiri berlawanan dengan pria itu. Dadanya terasa naik turun menahan amarah, ia iri dengan Leon. Pria itu telah menemukan ketenangan yang selama ini ia inginkan. Kenapa tuhan secepat itu mengambil pria itu, kenapa tuhan harus membiarkan pria itu pergi sebelum menebus kesalahannya.

"Makasih untuk rasa sakitnya," lirih Athala. Gadis itu kemudian berjongkok menyamai posisi Zerga yang kini terlihat berkaca-kaca menahan air mata.

"Seharusnya lo nggak boleh mati, Leon!" pekik Athala dengan dada naik turun. Mendengar itu membuat Zerga tersentak kaget.

"Kenapa tuhan baik banget sama lo!Kenapa lo dibiarin mati begitu aja setelah apa yang lo lakuin ke gue," lanjutnya yang kini mulai sedikit memelankan suarannya.

"Sekali lagi maafin kita, La. Biarin Leon pergi dengan tenang. Gue mohon!" Zerga menangkupkan kedua tanganya di depan dada dengan tatapan penuh permohonan.

Gadis itu sama sekali tidak menghiraukan ucapan Zerga, ia tidak ingin menoleh ke arah pria itu. Kedua matanya kini menatap kosong pada batu nisan di depannya.

"Kenapa dulu kalian nggak bunuh gue aja?" Athala menarik nafas dalam, "lebih baik gue mati dari dulu, dari pada harus hidup bertahun-tahun dengan trauma yang kalian buat!" lagi-lagi Athala memekik dengan suara sedikit tertahan. Air matanya jatuh begitu saja ketika ia mengucapkan kata terakhir. Entahlah, rasanya begitu sakit ketika mengingat perlakuan mereka berdua terhadapnya di masa lalu. Ia selalu di perlakukan layaknya binatang, dan pada saat itu tidak pernah ada satupun orang yang mau mebelanya, termasuk sepupunya sendiri, Serin.

"Mungkin kata maaf udah nggak berarti lagi buat, lo. Gue sadar kalo perlakuan kita dulu memang udah keterlaluan." Zerga menjeda ucapannya, "sekarang izinin gue buat nebus semua kesalahan gue dan juga Leon. Kalo perlu biarin gue nikahin lo, gue bakal tanggung jawab atas perbuatan gue waktu itu."

Athala tertawa renyah, tanganya beralih menyeka air mata di kedua pipinya. Entahla, tetapi ucapan Zerga terdengar lucu di telinganya. Nikah? Apa yang sebenarnya ada di fikiran pria itu, bagaimana mungkin ia menikah dengan manusia yang selama ini selalu membuatnya tersiksa setiap malam. Bahkan Hanya untuk sekedar memejamkan mata saja ia harus meminum obat-obatan, jika tidak seperti itu ingatan-ingatan di masalalunya akan terus betputar di kepalanya hingga akhirnya ia tidak akan bisa tidur hingga pagi.

ATHALA MISERYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang