Mau sedekat apapun kita dengan seseorang, akan ada saatnya mereka berubah dan menjauh.
.
.
.
_A T H A L A_Sore ini senja kembali menyapa setelah bersembunyi di balik tebalnya payoda. Suara kicauan burung saling bersautan mengiringi deru ombak yang 'tak bosan menyajikan keindahan. Athala termenung seorang diri di bibir pantai. Masih dengan pantai yang selama ini sering ia kunjungi.
Tak terasa sudah hampir satu jam ia duduk di tempat ini. Tadi ia kabur dari sekolah pada jam terakhir, sebab teman sekelasnya menempelkan permen karet pada bangkunya, yang pada akhirnya merekat di rok abu-abunya. Ia merasa lelah, mereka semua tidak berhenti mengerjainya, namun sama sekali tidak ada yang membelanya. Bahkan Rafka juga hilang begitu saja seperti ditelan bumi.
Athala menoleh ke kiri dan ke kanan. Biasanya saat senja seperti ini, Semesta pasti berada di pantai ini. Namun hingga saat ini pria itu sama sekali tidak menampakkan diri. Athala ingin menghubungi pria itu, namun sayangnya ia lupa bahwa ia tidak pernah meminta nomor cowok itu.
Setetes air mata jatuh bersama dengan batu yang baru saja ia lempar kepermukaan air laut. Semuanya seperti mimpi buruk yang tengah hadir dalam tidurnya. Ia tidak pernah berfikir bahwa kehidupannya di masa SMP akan kembali terulang ketika ia hampir saja lulus SMA.
Athala memeluk kakinya sendiri, gadis itu menengelamkan wajah pada lipatan lututnya. Tubuhnya bergetar, air mata tak lagi dapat ia bendung. Semuanya terasa begitu meyakitkan, bahkan rasanya ia tidak dapat lagi memikirkan hal-hal positif. Tangannya terasa dingin, jantungnya berdegup tak karuan. Ia tau betul, semua yang saat ini ia alami adalah sebuah balasan dari perilakuannya pada Serin.
"Semesta, lo dimana? Gue butuh lo!" gumamnya pelan dengan bibir bergetar. Ia sangat berharap Semesta bisa datang menemuinya saat ini. Hanya pria itu yang menjadi harapannya, karena Athala mengira Semesta tidak akan meninggalkan dirinya seperti yang lain.
Gelombang ombak terlihat semakin tinggi, anggin dingin berhembus menusuk hingga ke tulang-tulangnya. Kini senja perlahan mulai lengser digantikan oleh awan hitam pekat yang perlahan menyelimuti seluruh bumi. Suara adzan maghrib sayup-sayup mulai terdengar di telinganya.
Athala menghembuskan nafas gusar. Ia kembali menoleh ke kanan dan ke kiri, keadaan pantai ini sungguh sangat sepi. Entah mengapa, saat ini Athala merasa kesepian, sumpah demi apapun ia benar-benar mengharapkan kehadiran Semesta di sisinya.
Air mata masih terus mengalir di kedua pipinya. Rasanya ia ingin menyerah pada dunia. Kenapa Tuhan tidak pernah membiarkannya bahagia, Tuhan selalu saja menghancurkan harapannya untuk menuai titik kebahagiaan. Ia hanya ingin hidup tenang, hidup ditengah-tengah kasih sayang keluarga dan juga teman. Rasanya ia tidak pernah meminta lebih selain itu, tetapi kenapa Tuhan seakan tidak pernah mendengar do'a yang selalu ia panjatkan.
"Tuhan...! Aku lelah!" Athala berteriak kencang. Setelahnya ia kembali menangis terisak. Setidaknya dengan teriakan tadi, hatinya bisa sedikit lebih lega.
•••••
17:03 WibKini hari sudah semakin larut, namun Athala masih berada di tengah jalan bersama motor yang ia kendarai. Lampu merah baru saja berubah menjadi kuning. Kini Athala kembali menjalankan motornya dengan kecepatan sedang.
Tak terasa ia sudah menghabiskan waktu di pantai lebih dari lima jam. Kini ia baru saja beranjak dari tempat itu setelah merasa lega dengan semua rasa sesak yang ada di hatinya.
![](https://img.wattpad.com/cover/282259310-288-k210236.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Novela Juvenil"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...