Pada dasarnya, manusia adalah masalah untuk manusia lain.
A
T
H
A
L
A
○●○"Arghh," erangnya. Kepalanya terasa begitu pusing, deru nafasnya teramat sesak. Athala mengerjab berulang kali, berusaha menyesuaikan cahaya kontras yang masuk kedalam penglihatannya.
"La! Kita kerumah sakit, ya!" ujar Rafka. Pria itu baru saja hendak menancapkan gas untuk membawa gadis itu menuju rumah sakit. Namun tiba-tiba Athala malah terbangun dari pingsannya.
Beberapa menit yang lalu, Athala jatuh pingsan ketika Rafka baru saja ingin menolongnya. Kini keduanya sudah berada di dalam mobil milik Rafka. Pria itu datang kerumah Athala setelah mendapat kabar dari Bik Ijah. Wanita parubaya itu menelfonnya dengan keadaan menangis, dia memberitaunya perihal Athala yang tengah di hakimi oleh kedua orang tuanya. Setelah menutup telfon dari Bik ijah, Rafka langsung beranjak ke rumah Athala untuk menolong gadis itu. Namun dikarnakan cuaca sedang tidak stabil, maka Rafka memilih untuk mengunakan mobil, karena ia kawatir jika di tengah perjalanan hujan turun tanpa aba-aba.
Athala melengguh, gadis itu masih saja memegangi kepalanya. Ia juga belum sepenuhnya sadar dengan keberadaanya saat ini. "Gue di mana?" gumamnya pelan.
"Kita lagi di mobil, La. Gue mau bawa lo kerumah sakit," tutur Rafka. Pria itu terlihat sangat gugup. Ia bingung harus berbuat apa ketika melihat kondisi Athala saat ini.
Setelah mendengar jawaban dari pria yang suaranya sangat familiar ditelinganya, Athala langsung menoleh kekiri dan kekanan. Ternyata benar, saat ini ia berada di dalam mobil, dan tepat di sampingnya terdapat Rafka yang tengah menatapnya dengan raut wajah cemas.
"Nggak usah!" Ia menolak untuk dibawa kerumah sakit. Athala yakin sesak yang ia rasakan saat ini akan segera hilang, lagi pula ia juga tidak ingin terus-terusan merepotkan orang lain seperti apa yang dikatakan Erna padanya beberapa minggu lalu.
"Buat apa kamu hidup kalo cuman bisa nyusain orang doang?"
Ucapan itu masih terbayang-bayang di kepalanya hingga saat ini. Ia sadar jika selama ini ia hanya menjadi beban untuk orang lain. Termasuk Rafka, pria ini adalah salah satu orang yang selama ini selalu ia repotkan dengan masalah kesehatanya.
"Lo tadi pingsan. Jadi plis! Kali ini nurut, ya?" Rafka mencoba meyakinkan gadis itu. Namun lagi-lagi Athala menolak, ia menghela nafas berat, kemudian menatap Rafka dengan tatapan serius. "Gue nggak mau kerumah sakit, Raf. Paham?" cercanya penuh penekanan. Jika sudah seperti ini maka Rafka tidak bisa lagi membujuk Athala dan ia akan pasrah menuruti gadis itu.
"Yaudah, kita pulang kerumah gue aja. Biar lo bisa istirahat."
Athala mengangguk, kali ini ia tidak bisa menolak. Toh lagi pula Rafka tidak tinggal sendirian. Di rumahnya ada Bik Mirna yang menjadi asisten rumah tangga, dan juga ada Pak Karno yang menjadi satpam di rumah pria itu.
"Tapi mampir ke apotek dulu. Gue butuh inhaler," pintanya yang langsung mendapat anggukan dari Rafka.
Rafka perlahan mulai menjalankan mobilnya, ia juga sesekali melirik kearah di mana gadis itu duduk dengan memegangi dadanya. Rafka benar-benar merasa iba dengan keadaan Athala. Tadi ia sempat melihat dengan mata kepalanya sendiri perihal perlakuan Mario terhadap gadis itu. Saat itu juga Rafka benar-benar mengutuk perbuatan Mario pada orang yang sangat ia sayangi. Baru kali ini ia melihat seorang ayah bisa setega itu dengan anak kandungnya sendiri. Rafka tak habis pikir dengan kelakuan orang tua Athala yang sudah jauh dari kata wajar.

KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...