Mau sejauh apapun kakimu melangkah, tetap saja garis finisnya adalah kematian.
A
T
H
A
L
A
●○••••••○●"Kenapa, Pak?" Tanya Bik Ijah pada Pak Eko salah satu tetangganya.
"A-anak kamu, Jah! Dia udah nggak ada," Pak Eko memberi tahu dengan suara yang terdengar gugup.
Deg!
Seketika sekujur tubuh Bik Ijah melemas. Wanita itu merosot ke lantai dengan satu tangan memeganggi dada. Ia merasa syok dengan kabar yang baru saja ia dapat.
"Bik!?"
Athala langsung menghampiri Bik Ijah. Gadis itu membantu Bik Ijah untuk berdiri. Athala kemudian menatap Pak Eko dengan raut wajah penuh pertanyaan.
"Yasudah, kalo begitu saya pamit pulang dulu!" Pamit Pak Eko.
Athala masih terdiam dengan memeluk tubuh Bik Ijah yang sudah terisak.
"Non, Bbik harus pulang!"
Bik ijah berusaha melepaskan pelukan Athala. Ia kemudian berjalan masuk kedalam rumah untuk mengambil tas yang tadi pagi ia bawa ke mari.
Athala tidak ingin tinggal diam, gadis itu pun masuk ke dalam rumah untuk mengambil jaket yang ia sampirkan di kursi meja makan. Ia segera mengenakan jaket itu untuk membaluti seragam putih yang ia kenakan.
"Ayo, Bik! Biar Ala anter," tawarnya. Bagaimana pun Bik Ijah adalah orang yang sangat baik padanya. Ia tidak mungkin meninggalkan Bik Ijah dalam keadaan berduka seperti ini.
Bik ijah yang masih menangis kini hanya mengangguk pelan untuk menghiakan tawaran Athala. Ia sudah tidak punya pilihan lain, saat ini yang terpenting adalah; bagaimana cara ia bisa pulang ke rumah dengan cepat.
Athala dan Bik Ijah berjalan keluar dari dalam rumah. Athala mendudukkan Bik Ijah terlebih dahulu di atas kursi kecil yang ada di teras rumahnya. Gadis itu kemudian berjalan ke garansi untuk mengambil motor matic yang baru sebulan lalu dibeli oleh Mario. Entahlah, pria itu memang paling suka membuang uang untuk membeli benda yang tidak berguna untuk dirinya. Sebab setahu Athala semenjak motor itu dibeli, baru satu kali Mario menikinya.
Athala segera menaiki motor tersebut. Motor jenis NMAX berwarna hitam yang terlihat sangat elegan itu terparkir tepat di sebelah motor milik Athala. Beruntungnya kunci motor milik Mario tadi tidak disimpan oleh pria itu, kunci tersebut dibirkan tergantung di tembok yang memang sering di gunakan untuk meletakkan kuci mobil atau motor.
Setelah berhasil membawa keluar motor matic itu, Atahla segera menyuruh Bik Ijah untuk naik di boncengan belakang.
"Ayo, Bik!"
Bik ijah mengangguk sekilas, wanita parubaya itu menyeka air matanya kemudian berjalan kearah Athala yang kini sudah menaiki motor milik Mario.
"Kamu nggak sekolah, Nak?" tanya Bik Ijah ketika menyadari Athala sudah mengenakan seragam sekolahnya.
"Nggak, Bik. Yang penting sekarang Bibik bisa pulang ke rumah terlebih dahulu," jawab Athala. Gadis itu kemudian segera menjalankan motornya usai Bik Ijah mendudukkan bokongnya di jok belakang.
Athala mengendarai motor tersebut dengan kecepatan tinggi. Jarak rumahnya dan rumah Bik Ijah memang tidak terlalu jauh. Letak rumah Bik Ijah berada di dalam komplek kecil yang hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit perjalanan dari rumahnya.
Tidak butuh waktu lama, kini Athala mulai menghentikan laju motornya sesuai intruksi dari Bik Ijah. Jujur baru kali ini ia datang kerumah Bik Ijah, itulah alasannya ia belum tau letak rumah wanita itu yang sesungguhnya. Dulu setiap ia ingin ikut Bik Ijah pulang, wanita parubaya itu selalu melarangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...