Ingat! Tujuan utama kita hanya untuk ibadah dan tidur di tanah, untuk selebihnya hanyalah bagian dari permainan semesta yang terkadang berhasil membodohi kita.
A
T
H
A
L
A
●○●○●○●○Setelah tiga hari Athala dirawat di rumah sakit, akhirnya hari ini ia diizinkan pulang oleh Dokter Sandra. Saat ini ia sudah berada di dalam mobil bersama Rafka, ia tidak sabar untuk segera pulang dan merebahkan tubuhnya di kamar tercinta. Ia sangat rindu dengan tempat itu, tempat yang menjadi saksi bisu betapa rapuhnya ia setiap malam ketika ingatan-ingatan itu berputar memenuhi kepalanya.
Sesekali Rafka menoleh ke arah Athala yang kini hanya terdiam menatap ke arah depan. Tiba-tiba ia teringat perihal perjodohan itu, ia tidak tega jika harus mengatakan perjodohan itu pada Athala. Ia tidak sanggup melihat gadis itu terluka setelah mengetahui hal itu, meskipun sering kali Athala menolak cintanya, tapi ia tahu jika sebenarnya gadis itu memeliki perasaan yang sama dengan apa yang ia rasakan.
"Kenapa, Raf?" tanya Athala ketika menyadari Rafka sejak tadi memperhatikannya. Athala menaikkan sebelah alisnya untuk menagih jawaban yang 'tak kunjung cowok itu berikan.
"Raf?" Athala memanggilnya sekali lagi, pasalnya kali ini Rafka sepertinya sedang memikirkan sesuatu.
"Nggak apa-apa, La..." jawabnya seraya menoleh sekilas ke arah Athala kemudian kembali fokus menyetir.
Athala mendengus kasar, ia kemudian kembali memilih untuk diam dan menatap jalanan yang pagi ini sangat ramai.
Tidak butuh waktu lama, kini mobil yang mereka kendarai sudah sampai di depan rumah Athala. Dengan sigap Pak Satpam membuka gerbang kemudian mempersilakan Rafka untuk membawa masuk mobilnya.
Tak jauh dari situ terlihat Bik Ijah yang sudah berdiri di teras pintu utama. Nampaknya wanita parubaya itu memang sudah menunggu kedatangannya. Athala melempar senyuman manisnya setelah keluar dari mobil, gadis itu kemudian langsung berjalan mendekat ke arah Bik Ijah diikuti oleh Rafka dibelakangnya.
"Akhirnya Athala bisa pulang, Bik," celetuknya dengan mata berbinar usai menyalimi tangan Bik Ijah. Entah mengapa, tapi ia memang senang sekali bisa pulang ke rumah.
"Iya, Bibik juga seneng liat Non Athala sehat lagi," sahut Bik Ijah 'tak lupa dengan senyuman hangat di bibirnya.
"Yaudah, kalo gitu gue balik dulu, ya?" pamit Rafka yang kemudian langsung mendapat anggukan dari Athala.
"Kalo ada apa-apa kabarin gue!"
"Eh, sama itu vitaminnya jangan lupa di minum. Biar kesehatannya makin maksimal," peringat Rafka yang lagi-lagi hanya mendapat anggukan dari Athala. Melihatnya membuat Rafka membuang nafas kasar, sifat Athala memang selalu berubah-rubah dan mau 'tak mau ia harus sabar menghadapinya.
"Bik, Rafka pamit dulu, ya?" Ia meraih tangan kanan Bik Ijah kemudian menciumnya. Setelah itu ia segera berbalik badan untuk menuju mobilnya dan mulai menjalankan mobil tersebut untuk keluar dari pekarangan rumah Atahla.
Setelah kepergian Rafka, kini Athala dan Bik Ijah melangkah masuk ke dalam rumah. Athala langsung berjalan menaiki anak tangga menuju kamarnya, sedangkan Bik Ijah kembali ke halaman belakang untuk menyelesaikan pekerjaannya.
Kakinya seketika berhenti melangkah ketika ia berada di depan kamar Mario. Matanya menelisik ke dalam, sebab saat ini pintu kamar orang tuanya itu terbuka sebagian, sehingga ia dapat melihat jelas keberadaan Mario di dalam sana yang terlihat sedang duduk di kursi goyang dengan tatapan kosong.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Roman pour Adolescents"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...