"Titik akhir dari rasa lelah adalah kematian"
Mentari mulai naik menyapa setiap insan yang kini telah memulai aktifitanya. Hari ini semua murid kelas tiga berkumpulkan di halaman sekolah untuk mengikuti kegiatan camping yang akan diikuti sekitar dua ratus murid. Mereka satu-persatu mulai berdatangan dengan membawa barang-barang yang akan mereka bawa untuk camping selama dua hari kedepan. Sebelum berangkat ke lokasi, mereka sengaja di kumpulkan di lapangan terlebih dahulu untuk Cek'in akhir sebelum keberangkatan.
Di sini, tepat di bawah pohon yang terletak di sudut lapangan, Athala dan Rafka sudah duduk manis di bawahnya. Mereka sudah siap dari lima menit yang lalu, begitu juga dengan teman-temannya yang lain. Mereka semua kini jugaduduk di bawah pohon bersama Athala dan Rafka untuk menunggu keberangkatan.
Athala memakai jaket hitam bahan flace dan kumpluk rajut berwarna mocca. Ia memaki kupluk atas perintah Rafka, cowok itu tidak mau jika Athala kedinginan di sana. Mengingat lokasi yang akan mereka tempati memang tergolong sebagai tempat yang memiliki udara yang cukup dingin. Rafka tidak mau jika sampai asma gadis itu kambuh ketika kegiatan camping berlangsung.
"Lama banget sih, aying!" gerutu Zico. Cowok itu nampak sudah tidak sabar lagi menunggu keberangkatan. Sebab saat ini sudah kelewat sepuluh menit dari jadwal, seharusnya mereka berangkat pada jam enam tiga puluh, tapi nyatanya hingga saat ini belum juga ada tanda-tanda keberangkatan. Semua murid banyak yang sudah tidak sabar, mereka semua banyak yang mengemper di koridor dan juga di pinggir lapangan.
"Iya cuk! Capek gue ngedomprok kayak gini," sahut Elya. Gadis itu dari tadi tak berhenti mengumpat karena melihat guru-guru yang hanya mondar-mandir tanpa memberi kepastian perihal jam keberangkatan.
Athala yang kini duduk di samping Rafka hanya terdiam menyimak keluh kesah teman-temannya. Sungguh, saat ini ia benar-benar malas, jika boleh jujur ia sama sekali tidak ingin berangkat camping. Perasaannya merasa tidak tenang, demi apapun ia ingin pulang saat ini juga.
"Udah bawa obat-obatnya, kan?" tanya Rafka lembut. Athala yang mendengarnya lantas mengangguk sekali sebagai jawaban.
Rafka menautkan kedua alisnya ketika melihat raut wajah Athala yang terlihat kurang menyenangkan. "Lo kenapa? Kok mukanya ditekuk gitu, sih?"
Athala hanya menarik nafas panjang kemudian menggeleng pelan. Ia tidak ingin menceritakan pada Rafka tentang alasan ia cemberut saat ini, meskipun hatinya sudah berteriak ingin kembali pulang.
"Senyum dong! Kita kan mau seneng-seneng, kok malah cemberut gitu."
"Iya, ini udah senyum," balas Athala dengan kedua pipi sedikit mengembung karena senyuman manis di bibirnya. Rafka yang melihatnya kini ikut tersenyum karena merasa gemas dengan senyum Athala yang terlihat sedikit terpaksa.
"Udah jam tuju, tapi si botak ngalor masi ngidul nggak jelas! Ini jadi berangkat jam berapa aying!" Bonda memaki Pak Agus yang sejak tadi hanya mondar-mandir tanpa memberi kepastian.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Novela Juvenil"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...