Jika pada akhirnya semua akan pergi? Lantas mengapa harus singgah jika hanya untuk menoreh luka?
A
T
H
A
L
A
●●●●●●Cahaya mentari merambat masuk ke celah-celah cendela. Saat ini tepatnya pukul sembilan pagi, Athala duduk bersandar pada sandaran kasur dengan kedua mata menatap kearah layar ponsel yang ada di tangannya.
Di dalam layar ponsel tersebut, ia menyaksikan live yang disiarkan langsung oleh akun instagram sekolahnya. Hari ini adalah hari yang begitu dinanti-nantikan oleh siswa-siswi kelas akhir. Karena pada hari ini mereka akan dinyatakan lulus dan sah menjadi alumni.
Ketika semua temannya bergembira dapat memakai toga dan merayakan wisuda kelulusan, di sini Athala hanya mampu meneteskan air mata dalam diam. Melihat kebahagiaan yang terpancar di wajah-wajah teman seangkatannya, membuat hatinya merasaaa iri. Tiga tahun ia bersekolah, namun semua rasanya sia-sia begitu saja. Percuma ia mendapat nilai kelulusan paling tinggi jika pada akhirnya tidak ada penghargaan atau pun ucapan selamat untuknya.
Ditambah dengan keberadaan Rafka yang kebetulan tadi tersorot kamera membuat Athala merasa sakit hati. Bahkan Rafka tidak mencarinya atau sekedar membalas pesan yang sudah ia kirim sejak beberapa hari yang lalu. Sekarang ia mengerti, Rafka memang benar-benar ingin menghindari dirinya.
Di dalam layar ponselnya ia melihat dengan jelas betapa bahagianya Rafka bersama Sandi dan Zico serta teman-temannya yang lain. Secepat itu kah Rafka melupakan dirinya setelah cowok itu berjanji akan terus ada untuknya? Kenapa manusia mudah sekali melupakan janjinya. Athala benar-benar tidak habis fikir.
Tanpa terasa setetes air mata jatuh membasahi layar ponselnya. Athala kembali teringat akan janji-janji yang Rafka ucapkan ketika ia dirawat di rumah sakit.
"Gue nggak akan kemana-mana, La."
Athala terkekeh miris dengan air mata yang masih mengalir di kedua sudut matanya. Kenyataannya tidak ada yang dapat ia percaya, percaya pada manusia adalah seni melukai diri sendiri. Janji yang Rafka ucapkan benar-benar berhasil membuatnya kembali menaruh harapan pada cowok itu, namun kini janji itu malah berhasil melukai dirinya. Cowok itu benar-benar mengingkari janji yang dia buat sendiri, bahkan dia menjauh tanpa meninggalkan sebuah alasan yang jelas untuknya.
Suara ketukan pintu dari luar kamarnya berhasil membuyarkan fikirannya. Athala menghela nafas sejenak kemudian beranjak dari kasur untuk membuka pintu tersebut.
"Kenapa, Bik?" tanya Athala setelah membuka pintu sepenuhnya.
"Itu, ada temen kamu di bawah," ujar Bik Ijah memberitahu.
Athala mengernyitkan dahinya, Ia merasa heran, siapa teman yang Bik Ijah maksud? Pasalnya kini semua teman sekolahnya sedang mengikuti acara wisuda.
"Siapa, Bik?"
Bik ijah menggaruk kepalanya yang 'tak gatal, "nggak tau, Non. Bibik lupa, coba deh turun dulu."
Athala mengangguk singkat, kemudian ia berjalan menuruni anak tangga diikuti oleh Bik Ijah di belakngnya. Setelah sampai di lantai satu, Athala menoleh ke arah Bik Ijah yang kini masih mengekorinya.
"Buatin Minuman, Bik! Sekalian buat aku," ucap Athala dengan senyuman manis di bibirnya. Mendengar perintah Athala, Bik Ijah langsung berjalan menuju dapur untuk membuatkan minuman.
Athala kembali berjalan menuju ruang tamu untuk menemui orang yang Bik Ijah maksud. Namun, seketika langkahnya berhenti setelah melihat siapa pria yang saat ini duduk di sofa ruang tamunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...