Hidup itu layaknya aliran air, semakin jauh mengalir maka akan semakin banyak masalah yang akan di hadapi, bukan hanya debitnya yang berkurang, tetapi kebersihanya pun akan tercemar. Begitu juga dengan kita, semakin jauh kita melangkah makan akan semakin banyak rintangan yang harus kita taklukkan. Bukan hanya itu, pada akhirnya kita juga akan banyak dihadapkan dengan beberapa permainan yang pada akhirnya bisa membawa kita pada jurang kehancuran.
♡Happy Reading♡
A
T
H
A
L
A○●♡●○♡○●♡●○
Rafka mengendarai motornya dengan kecepatan tinggi. Cowok itu sudah tidak sabar ingin menemui Athala. Setelah mendapat telfon dari Bik Ijah tadi ia langsung bergegas menuju parkiran untuk mengambil motornya, beruntung saat itu penjaga gerbang sedang tidak ada entah kemana. Sehingga ia bisa keluar dari pekarangan sekolah dengan leluansa.
Senyuman tipis senantiasa menghiasi bibirnya, kabar dari Bik Ijah benar-benar berhasil membangkitkan moodnya kembali.
Tidak butuh waktu lama, kini motornya sudah mulai memasuki area rumah sakit. Perlahan Rafka mulai menghentika motornya pada tempat parkir yang sudah disediakan. Usai melepas helemnya, cowok itu langsung melangkah pergi menuju pintu utama rumah sakit yang langsung mengarah pada lobi.
Dengan langkah cepat Rafka melewati setiap lorong bangunan serba putih ini. Hingga pada akhirnya ia sampai di depan pintu ruangan yang ia tuju. Tanpa basa-basi tangan kanannya segera memutar knop pintu berchat warna putih tersebut. Kini yang pertama kali ia lihat Adalah senyuman dua manusia yang nampaknya memang telah menunggu kedatangannya.
Rafka membalas senyuman mereka berdua, kemudian ia kembali melanjutkan langkahnya mendekat ke arah mereka. Tatapan Rafka 'tak lepas dari Athala yang tengah terbaring di atas bangkar dengan pakaian pasien berwarna biru. Hatinya terasa bergetar, 'tak dapat berbohong, saat ini ia sangat bahagia. Nampaknya Tuhan benar-benar mengabulkan semua do'a yang ia panjatkan. Rasa syukur 'tak berhenti ia ucapkan dalam hatinya, dari semalam ia benar-benar diselimuti dengan ketakutan akan hal-hal buruk yang bisa saja terjadi pada Athala.
"Yaudah Non, Bibik keluar dulu ya?" pamit Bik Ijah. Ia merasa jika keberadaannya bisa menganggu dua pemuda ini, oleh karena itu ia lebih memilih untuk undur diri.
Athala tersenyum, kemudian ia mengangguk menghiakan ucapan Bik Ijah.
Setelah Bik Ijah keluar, kini Rafka beralih mendudukkan dirinya di kursi yang semula di duduki oleh Bik Ijah. Tangannya bergerak meraih tangan kanan Athala yang tidak terpasang infus.
"Gimana keadaannya? Udah lebih baik, kan?" tanya Rafka lembut dengan sesekali mengelus pelan punggung tangan Athala.
Athala tersenyum sebelum akhirnya menjawab pertanyaan cowok itu, "gue baik-baik aja kok, Raf!"
"La, jangan pernah lakuin hal itu lagi, gue mohon!" Rafka menatap lekat manik mata gadis di depannya.
"Lo nggak tau seberapa hancurnya gue saat mata gue sendiri ngeliat lo hampir aja merenggang nyawa, La," terangnya dengan ekspresi yang terlihat begitu serius.
Athala memalingkah tatapannya dari wajah Rafka. Gadis itu menatap nanar ke atas langit-langit ruangan serba putih ini. Ia mencoba merenungi perbuatannya yang membuat ia berakhir di rumah sakit ini. Harapannya untuk tidak lagi melihat dunia ternyata belum juga dikabulkan oleh Tuhan, buktinya saat ini ia harus kembali membuka mata. Ia harus kembali menjalani kehidupan yang memuakkan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...