Manusia itu datang dan pergi, jadi kita harus siap untuk menerima segala kondisi.
A
T
H
A
L
AKini jam baru menunjukkan pukul delapan lebih dua puluh. Semakin siang, rupanya cuaca semakin panas. Beberapa tumbuhan yang semalam diguyur hujan kini nampak mulai mengering.
Di sepanjang perjalanan tidak ada pembicaraan apa pun di antara keduanya. Serin yang hanya fokus mengemudi dan Athala yang sedari awal perjalanan hanya melamun dengan tatapan kosong pada kaca mobil yang sedikit terbuka di sampingnya.
Tak lama mobil Serin mulai memasuki sebuah perumahan elite yang tidak asing lagi bagi Athala. Seketika Athala menegakkan posisi duduknya, gadis itu menoleh ke arah Serin dengan tatapan 'tak bersahabat.
"Ngapain lo bawa gue ke sini?" tanyanya dengan nada yang terdengar ketus.
"Tenang aja, Opa udah tau semua kok," tutur Serin dengan senyuman di bibirnya untuk meyakinkan Athala.
Athala mendengus pelan, sudah sangat lama ia tidak mendatangi tempat ini. Ia takut jika pada akhirnya kedatangannya tetap tidak di terima dan akan diusir seperti sebelum-sebelumnya.
"Kita balik aja deh, Ser," ajaknya.
Serin menghela nafas sejenak, ia tau Athala pasti takut menemui Arga, karena selama ini pria tua itu tidak pernah menerima kedatangan gadis itu.
"Bentar lagi sampai, La..." Serin menoleh sejenak ke arah Athala yang ada di sampingnya, kemudian ia kembali fokus ke arah depan,
"udah, lo tenang aja!"
Lagi-lagi Athala mendengus kasar. Rasannya percuma ia mengajak Serin pulang, karena sekarang rumah Arga sudah berada di depan mereka. Mobil yang mereka tumpangi kini sudah mulai memasuki gerbang utama.
Rumah Arga memang berada di komplek yang cukup elite di kota ini. Rumah bertingkat tiga dengan cat yang berdominan warna putih dan abu-abu itu berdiri megah di lahan yang diperkirakan memiliki luas sekitar dua hektar lebih.
Kini Serin perlahan mulai menghentikan mobilnya tepat di depan teras utama rumah ini. Gadis itu kemudian melepas sabuk pengaman yang melekat di tubuhnya.
"Ayo, turun!" ajaknya seraya membuka pintu mobil untuk keluar.
Athala sedikit ragu, matanya menelisik ke pintu utama rumah tersebut. Di samping kanan dan kiri pintu itu dijaga oleh dua orang bodyguard bertubuh kekar dengan pakaian serba hitam. Mengingat dulu ia sering diseret oleh mereka ketika berkunjung ke rumah ini saja membuat ia menelan salivnya susah payah.
"Ayo, La!" seru Serin yang kini sudah berada di luar mobil. Gadis itu terus memanggil Athala yang masih terdiam di dalam mobil tanpa ada tanda-tanda akan turun.
Dengan berat hati akhirnya Athala memutuskan untuk turun dari mobil. Athala berjalan mengekori Serin dari belakang. Melihatnya tentu membuat Serin terkekeh pelan, baru kali ini ia melihat Athala dalam mode ketakutan seperti saat ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ATHALA MISERY
Teen Fiction"Gue gila!" "Gue bodoh!" "GUE NGGAK BERGUNA!" jeritnya keras. Bibirnya tersenyum hambar, meskipun matanya tak berhenti mengeluarkan air mata. Ia merasakan sesak yang begitu dasyat di dadanya. Dan lagi-lagi darah kembali mengalir dari hidungnya, Ia b...