Setelah jam kelas selesai, kelompok KKN yang diketuai oleh Arjuna memutuskan untuk kembali kumpul. Guna mempersiapkan segalanya. Mereka sudah duduk melingkar di taman selasar kampus.
"Oke gais. Selamat sore, thankyou udah nyempetin datang." Arjuna membuka pembicaraan. "Kita mulai dari keuangan dulu kali, ya?"
Vannesa selaku bendahara mengeluarkan buku catatannya. "Uang udah kumpul sepuluh juta, Jun. Mau dikemanain aja, nih?"
"Berarti semua udah pada bayar ya, Ca?" Arjuna kini membuka ponselnya. "Semalem gue udah coba list kebutuhan bersama untuk di sana."
"Kasur udah ada di sana, Jun. Kompor juga udah ada. Kulkas ada," jelas Zuney yang kini memaparkan hasil surveynya bersama Mahen kemarin.
"Yaudah kita bahas posko dulu, gimana situasi dan kondisi di sana?"
Mahen kini mengangkat tangan. "Kita udah dapat rumah untuk dijadiin posko. Ada tiga kamar, satu kamar mandi, satu dapur, halaman lumayan luas."
"Katanya deket masjid, ya?" tanya Jendra memastikan.
Mahen menangguk. "Deket, kok, deket banget malah. Samping posko itu rumahnya pak Amil. Tokoh masyarakat di sana."
"Bisa buat parkir berapa motor, Hen?" tanya Charlo. "Mobil bisa masuk, gak?"
"Karena kita cari lokasi posko yang letaknya di jantung masyarakat, untuk mobil gak bisa masuk. Paling parkir di lapang. Tapi motor bisa masuk lima atau enam, lah," jelas Mahen. "Iya kan, Ney?" tanyanya meminta persetujuan dari Zuney.
"Iya, Gais. Di sana juga udah ada TV, kok. Pokoknya kita tinggal bawa baju sama barang pribadi aja." Zuney menambahkan. "Oiya, tapi kita butuh beli tambang untuk jemur baju. Soalnya disana cuma ada dua tambang. Pasti kurang, kan?"
"Oke. Gue catet, tambang jemuran butuh berapa?" Qistiya selaku sekretaris mencatat di bukunya.
"Tiga aja."
"Terus apalagi, Ney?" Arjuna bertanya.
"Kalau kalian perlu papan cuci gak sih? Kalau gak butuh, berarti nanti gue beli buat diri gue sendiri aja." Zuney menatap semua anggotanya.
"Ney, nggak bisa bawa mesin cuci aja?" tanya Charlo dengan harapan yang besar.
"Bisa, sih. Tapi nanti listriknya mahal, Lolo." Zuney memandang Charlo penuh iba. "Belajar prihatin ya, Tuan Muda."
Jendra merangkul Charlo. "Belajar nyuci pakai tangan ya, Lo." Lalu cowok itu tertawa.
Hakim mengusap-usap telapak tangan Charlo. "Anjay mulus banget ni tangan. Gak pernah nyuci nih pasti. Laundry mulu."
Zuney mengangsurkan tangannya. "Lembut mana sama tangan gue, Kim?" tanyanya pada Hakim.
Arjuna yang ada di sebelah Zuney pun segera menarik tangan Zuney. "Udah gak usah dibanding-bandingin. Tangan lo nanti diusap-usap Hakim."
Zuney berdecak lidah.
Hakim tertawa. "Tenang aja, Paketu. Istrinya gak akan saya macem-macemin, kok."
Arjuna memilih untuk tidak meladeni Hakim. "Yaudah papan cuci masukin ke list ya, Qis," ucapnya pada Qistiya. "Terus setrika nih, butuh berapa?"
"Tiga aja cukup kayaknya." Ardana mulai berbicara. "Setrikaan di rumah mau di bawa, Mas?" tanyanya pada Arjuna.
"Nanti Bunda nyetrika pake apa dong, Dek? Anak kosan aja yang bawa. Ney? Lo bawa ya."
Zuney mengangguk. "Oke. Dua lagi siapa yang mau bawa?"
"Gue aja." Jendra menambahkan. "Satu lagi nih, siapa yang mau bawa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...