43 - Resmi ditutup

202 28 2
                                    

Papan penunjuk jalan sudah ada di halaman posko. Kang Derry dan Kang Jeffri yang membawanya.

            “Mau dipasang kapan, Kang?” tanya Kang Jerrfi seraya membuka topinya, lalu menyibakkan rambutnya.

            “Boleh siang ini aja, Kang.” Lalu Arjuna menoleh, ke arah Ardana. “Mau ikut, nggak?”

            Ardana yang sedari tadi fokus dengan ponselnya pun hanya menggeleng. Tanpa menjawab.

            “Masih marah?” tanya Arjuna lagi.

            Ardana hanya mengangkat kedua bahunya.

            Hakim datang ke teras posko. “Jun, ini mah kita duaan aja, gak usah abring-abringan.”

            Arjuna mengangguk. “Oke. Lo sama gue aja berarti, ya?”

            Hakim mengangguk. “Minjem motor atuh, euy! Motor urang gak ada bensinnya,” seru Hakim seraya melongokkan kepala ke dalam pintu posko.

            Charlo melemparkan kunci motornya ke arah Hakim. “Nih.”

            “Wits, makasih, bro!”

            Zuney yang sedari tadi memerhatikan saudara kembar itu menggelengkan kepala. Lalu memilih untuk berdiri di samping Ardana. “Udah makan belum?”

            Ardana menoleh, lalu menggeleng. “Gak laper, Ney.”

            “Berangkat sekarang, Kang?” tanya Kang Derry.

            “Iya, Kang, hayu.” Arjuna meraih sandalnya yang berada di rak sepatu, kemudian memakainya. Sebelum melangkah, dia sempat menoleh pada Zuney dan Ardana. “Mau nitip sesuatu, nggak?”

            “Gue sih enggak.” Zuney menyenggol pundak Ardana. “Adek manis, ada yang mau dibeli, nggak?” candanya.

            Ardana menggeleng.

            Zuney cemberut. “Kayanya enggak deh, Jun. Masih marah nih kayanya.”

            Arjuna tersenyum singkat. “Oh yaudah. Gue sama Hakim berangkat dulu, ya. Nitip posko.”

            Dan Arjuna, Hakim, Kang Derry dan Kang Jeffri pun berangkat untuk memasang papan-papan penunjuk jalan yang akan dipasang di berbagai titik di desa ini.

            “Katanya udah gak marah?” tanya Zuney.

            Ardana memasukkan ponselnya ke saku celana. “Emang enggak, kok.”

            Zuney mengrenyit. “Tapi kok masih kaya gini?”

            Ardana hanya mengangkat kedua bahunya. “Oya, kemaren katanya Mas Una ngevote buat yang mau ngecamp sama pulang, ya?”

            “Iya, gue sih awalnya pengen pulang, tapi anak-anak pada mau ngecamp. Lo sendiri mau apa?”

            “Pulang. Pengen tidur di rumah, pengen mandi pake air yang banyak, pengen nyantai.”

            Zuney tertawa. “Anak Bunda,” ujarnya seraya mencubit pipi Ardanda kuat-kuat.

            Ardana meringis. “Sakit, Ney!”

            Lalu Charlo keluar. “Ney, Ney. Dosen-dosen kelas kita mau beli kripik gadung, ceunah. Ini pada chatt ke DM instagram kita.”

            “Waw, keren!” Zuney melihat pesan yang ada di akun instagram kelompok. “Tapi nanti dikirimnya gimana?”

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang