56 - about Zuney

174 23 16
                                    

“Gais, nanti malem nyate, ceunah, kata Akang-Akang.” Hakim yang baru saja membeli basreng dan es kelapa itu duduk di ruang tengah.

            “Bumbu satenya ada?” tanya Arjuna yang sedang memakan biskuit yang dicelup ke air putih.

            “Ada, kita tinggal beli tusuk sate sama arengnya aja.” Charlo yang juga sedang memakan basreng itupun mendekat. “Tadi gue ketemu Ryanda, katanya kita cuma siapin dua itu aja.”

            “Ney, beli sana, sama si Juna, itung-itung jalan berdua,” usul Charlo.

            “Kuy, Ney, mau?” tanya Arjuna bersemangat.

            “Di mana belinya?” tanya Zuney yang juga mencomot basreng milik Hakim.

            “Ney, ah. Urang cuma beli tiga rebu. Tuh minta Lolo aja, dia beli goceng.” Hakim menarik dan menyembunyikan basrengnya.

            “Pelit amat!”

            Arjuna tertawa, lalu mengangsurkan biskuit miliknya. “Nih, biskuit aja, Ney. Yang sehat.”

            Zuney mendekat pada Arjuna. “Makasih, Ayang,” ucapnya seraya menggoda Arjuna.

            Arjuna terkejut, lalu menahan senyum. “Centil, ya, sekarang.”

            “Ya Allah, kuatkan hati hamba di tengah gempuran ayang-ayangan ini.” Hakim memegang dadanya.

            Charlo tertawa seraya mengusap pundak Hakim. “Sabar, Kim.”

            Ardana yang baru bangun tidur siang itu pun membawa bantalnya, lalu merebahkan diri di lantai dekat kipas angin. “Gerah amat di kamar.”

            Arjuna ikut merebah dan berbagi bantal dengan Ardana. “Abis ashar, gue sama Zuney mau ke warung, ada yang mau nitip?”

            Ardana menjawab, “nitip yang seger-seger dong, Mas.”

            Hakim menyahut, “tadi urang ketemu Neng Geulis pas beli basreng, aduh senyumnya meni manis pisan, nyegerin mata!”

            “Yah, Kim, kata gue mah masih cantikkan ade lo. Gue sama ade lo aja apa, ya?” tanya Ardana tertawa.

            Arjuna terawa. “Ngebet banget, Dek, sama adenya Hakim.”

            “Wah, gak bisa dibiarin. Langkahin dulu Aa nya!” seru Hakim tidak terima.

            “Halah, adek lo juga kayaknya suka sama gue.” Ardana nampak percaya diri.

            “Mimpi lo!” Hakim menoyor kening Ardana.

            “Adeknya Hakim emang umur berapa sih sekarang?” tanya Zuney penasaran.

            “Beda tiga taun, Ney, sama kita.” Hakim nampak menghitung. “Berarti sekarang delapan belas.”

            “Hah? Serius? Gue kira masih SMP tau, Kim. Imut banget, sumpah!”

            “Enggak, ah.” Arjuna menggeleng. “Lebih imut lo kali, Ney.”

            “Ih, Juna...” Zuney memukul pelan lengan Arjuna.

            “Geleuh, gustiiii!” Hakim menjambak rambutnya sendiri. “Mangkat lah kalian dari sini kalau mau uwu-uwuan.”

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang