Pukul delapan pagi semua sudah berkumpul di halaman indekos Zuney. Mobil Charlo sudah bertengger, sementara si empunya sudah mengatur agar semua barang bisa masuk.
"Masuk-masukin sekarang, nih?" tanya Zuney yang mengeluarkan koper miliknya. "Ini kipas angin ditaro di mana?"
"Gampang itu. di atas koper aja. Kopernya tumpuk-tumpuk aja," ujar Charlo.
"Gitar urang jangan sampe lecet, cuy!" Hakim berseru. "Eh kok ada dua gitar, punya siapa lagi?"
"Oh itu punya Mahen," celetuk Zuney.
"Anjay tau ae," timpal Hakim yang langsung mendapat jitakan di keningnya dari Zuney.
"Kak, aku izin bawa ini, ya." Panji menunjukkan boneka beruangnya yang berukuran cukup besar.
Semua menganga. Lalu tertawa.
"Yaampun, Dedek Ji. Gemes banget, sih." Zuney mencubit pipi Panji. "Bawa mah bawa aja, Ji. Segala izin."
Panji tersipu malu. Lalu mengusap-usap pipinya yang sudah dicubit oleh Zuney.
"Lo, STNK mobil siniin," pinta Arjuna.
Charlo merogoh saku celananya, dan mengeluarkan STNK dari dalam dompet. "Jun, beneran gapapa lo yang bawa, nih?"
Arjuna mengangguk seraya memasukkan STNK mobil ke dalam dompetnya. "Yuk mulai dimasuk-masukin kopernya."
"Cuy, koper punya urang jangan ditaro paling bawah, ya! Urang bawa piring beling soalnya." Hakim mewanti-wanti sambil memegangi kopernya.
Zuney berdecak. "Ribet lu."
Hakim ingin sekali menarik ikat rambut Zuney. Namun dia melihat Arjuna yang juga sedang menatap tajam ke arahnya sehingga niat jahilnya pun ia urungkan.
"Beras dulu beras," ujar Charlo yang berada di pintu mobil, berperan sebagai penata barang-barang.
Jendra menyeret karung beras dibantu dengan Ardana, lalu mengangkutnya ke dalam mobil. "Di mana ini, Lo?" tanya Ardana.
"Ujung, Na. Biar gak keinjek-injek," tunjuk Charlo. "Terus sapu sama tongkat pel. Zuney tolong bawain, Ney!" pinta Charlo.
Zuney mendekat dengan tiga sapu dan tiga tongkat pel di tangannya. "Ini di mana?"
"Selipin aja di pinggir-pinggir."
Sementara anggota lain membantu mendekat-dekatkan semua koper ke dalam mobil. Hakim membawa dua karpet plastik bermotif doraemon dan keroppi itu mendekat. "Karpet urang jangan sampe gak kebawa."
"Sini sini." Zuney merebut karpet itu, lalu mengopernya pada Ardana.
Mahen mendekat pada Zuney. "Ney, nih." Pemuda itu menyerahkan helm yang dulu pernah dipakai oleh Zuney.
"O-oh iya, makasih, Hen." Zuney menerima helm bogo bermotif semangka itu.
"Lo udah sarapan?" tanya Mahen.
Zuney menaikkan kedua alisnya. "Udah, kok. Lo sendiri?"
"Belum. Ini gue beli nasi uduk dua. Takutnya lo belum sarapan."
Hakim yang mendengar itu langsung merebut kantong plastik berisi dua bungkus nasi uduk milik Mahen. "Hen, buat urang aja satunya. Si Zuney mah udah ngebubur ayam tadi."
Zuney menggeleng-gelengkan kepala. "Yaudah kalian pada sarapan dulu. Sana."
Mahen dan Hakim menepi ke pinggir teras indekos Zuney, untuk membuka nasi uduk mereka dan memakannya di sana dengan tenang.
Qistiya menyenggol lengan Zuney. "Cie ditawarin sarapan sama Mahen."
Zuney tertawa. "Ssstt, ah."
Vannesa ikut mencolek dagu Zuney. "Ney deg-degan ya? Kalau Eca jadi Zuney udah deg-degan banget."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...