41 - Arah panah

185 28 7
                                    

"Batagor kuah beli di mana?" tanya Ardana yang sedang menuang kecap ke mangkuknya. "Kok beli nggak bilang-bilang?"

"Eh gue bilang ya di grup!" seru Zuney, "lo nya aja yang nggak buka grup."

Ardana tertawa. "Tapi kok gue sama Eca tetep dibeliin? Padahal kita nggak nge-list."

"Ya inisiatif gue lah, Dek," sahut Arjuna, "Lo emang tim kuah, kan?"

Ardana mengacungkan jempol. "Terbaik!"

"Eh tapi ini beneran enak, lho. Bumbu kacangnya apalagi," puji Charlo yang masih fokus pada makanannya.

Sepulang dari rumah produksi keripik gadung, mereka menyantap batagor sebagai menu makan siang. Kini mereka tengah duduk melingkar di ruang tengah. Mengisi waktu sebelum kegiatan senja ceria dimulai.

"Konsep sore ini gimana, Hen?" tanya Arjuna seraya membuka toples berisi keripik gadung.

Mahen yang sedang memegang mangkuk pun menaruh mangkuknya di lantai. "Jadi sore ini kita bagi tim. Ada yang di posko buat ngasih bimbel, ada yang di lapang sama anak-anak, gimana? Setuju, nggak?"

"Bimbelnya khusus matematika, ya? Gue mending sama anak-anak kalau gitu," ujar Qistiya.

"Enggak, sih, gais. Kita lebih bantu ke PR mereka, jadi kalau mereka ada PR matematika, ya kita bantu. Kalau PR nya fisika, ya kita bantu juga," papar Zuney.

"Lha itu mah makananya Mahen semua," keluh Vannesa.

Mahen mengerutkan dahinya. "Kalian lupa kalau Zuney, Juna sama Lolo anak statistik?"

Zuney, Arjuna dan Charlo malah jadi saling pandang, seolah lupa dengan identitas mereka masing-masing.

"Tapi gue mau ngepubdok, gais," tolak Charlo.

"Lo, Ney?" tanya Jendra.

"Sebentar." Zuney menaruh piringnya di lantai. "Rencananya, sore ini anak-anak mau gue bawa ke lapang belakang. Jadi tema hari ini mereka bikin puisi tentang alam yang ada di depan mereka, gitu."

"Terus, di mana letak masalahnya? Lieu urang." Hakim menggaruk kepalanya.

"Intinya Zuney gamau." Arjuna menarik kesimpulan. "Iya, kan?"

Zuney mengangguk pelan. "Sori."

Semua menjadi fokus pada makanannya masing-masing, karena semua temannya paham yang terjadi antara Zuney dan Mahen. Jadi mereka sama sekali tidak ingin memaksa.

"Oke. Gue sendiri aja kalau gitu," putus Mahen dengan nada suara kecewa.

"Sama gue, Hen. Tenang aja." Arjuna mengajukan diri. "Paling si Hakim ikut, ada neng geulis soalnya."

Hakim tertawa. "Pasti. Gue bisa kok bantu bahasa Inggris. Gue kan jago."

Qistiya tertawa. "Iya, deh, iya."

"Shombong amat!" hardik Charlo seraya menoyor kening Hakim, yang dibalas hal serupa oleh Hakim.

"Jen, lo bukannya anak teknik, ya?" tanya Mahen.

Jendra seperti tertembak, lalu mengangguk. "Kenapa?"

"Sabi lah jadi tutor fisika, apalagi Ryanda kan anak SMK," kata Mahen lagi.

"Siap!!" Jendra mengacungkan ibu jarinya.

"Aku ikut Kak Zuney, ya?" tanya Panji.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang