25 - Rencana Santunan

233 28 1
                                    

            Setelah senam pagi, semua anggota kembali ke posko. Zuney kini melihat ke arah jadwal masak, lalu menepuk jidat. “Yaampun sekarang jadwal gue buat masak.”

            “Sama gue ya, Ney?” Mahen ikut melihat ke arah kertas yang tertempel di dekat white board. “Mau masak apa, Ney?”

            “Duh, gak tau gue, Hen. Gak bisa masak juga, terus jam segini di ibu sayur pasti udah pada abis,” keluhnya.

            “Cari tukang sayur lain, yuk? Kita cari pake motor,” tawar Mahen. “Perasaan gue pernah liat ada di deket kantor desa, deh.”

            “Iya, gitu?”

            “Iya, Ney. Yuk?”

            Zuney mengangguk cepat, lalu tersenyum. “Gue bilang anak-anak dulu ya, Hen.”

            Mahen tertawa, lalu menggaruk kepalanya. “Anak-anak, Ney? Kita berasa jadi orang tua mereka, gak, sih?”

            “Hen... plis, lo jangan gitu.” Zuney cemberut, lalu memegang dadanya sendiri. “Gue deg-degan.”

            Mahen tertawa lagi, lalu tangannya terangkat, mengacak lembut kepala Zuney. “Lo lucu banget, Ney.”

            Zuney terpaku, tidak bisa bicara, puncak kepala adalah hal paling sensitif bagi dirinya, dan kini Zuney bisa merasakan tangan Mahen yang mengusap-usap kepalanya, lalu tersenyum padanya dengan jarak yang sedekat ini. “Hen...”

            “Apa?” tanya Mahen tanpa suara, hanya dengan gerakan bibir, namun Zuney bisa membacanya.

            “Gue pingsan aja, ya?”

            Mahen kembali tertawa, lalu cowok itu melangkah mundur, memberi lebih banyak ruang untuk Zuney

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            Mahen kembali tertawa, lalu cowok itu melangkah mundur, memberi lebih banyak ruang untuk Zuney. “Oke, gue ambil kunci motor dulu, ya.”

            Zuney hendak berbicara, tapi kini Arjuna dan Jeno melangkah masuk, menyalakan kipas angin, lalu duduk seraya menyeruput es kelapanya. “Gais, ada info, nih. Kumpul, yuk!” seru Arjuna. 

            “Eh, tapi gue mau belanja sayur sama Zuney, Jun,” kata Mahen yang sudah memegang kunci motor.

            “Bentar doang, kok,” timpal Arjuna.

            Semua anggota mulai duduk melingkar, sesuai intruksi dari ketua mereka.

            Setelah Arjuna menghitung semua anggotanya dan dirasa lengkap, cowok itu mulai berbicara, “Gais, tadi gue sama Jeno ketemu sama Bu Fatma, yang punya yayasan panti asuhan itu, beliau ngajakin kita buat join di kepanitiaan buat acara santunan.”

            “Wah bagus, tuh. Terus acaranya kapan?” tanya Zuney.

            “Nah itu masalahnya, acaranya lusa. Mepet banget. Makannya beliau minta bantuan sama kita untuk cepet-cepet bikin susunan kepanitiaan.” Arjuna kini menarik white board kecil yang tersandar di dinding. “Divisi acara, korlap, sama konsumsi. Itu aja, sih, yang dibutuhin. Sisanya udah sama beliau.”

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang