28 - Cewek gue

241 31 2
                                    

Malam ini, semua anggota sedang berkumpul di teras rumah Bu Fatma, selaku pemilik Yayasan Panti Asuhan Kasih Ibu. Mereka sedang membungkus kado-kado yang akan diberikan nanti saat acara.

           “Jadi lokasi pantinya bukan di sini ya, Bu?” tanya Hakim sembari menggunting solasi bening lalu diberikannya pada Vannesa yang sedang membungkus kado.

           “Iya, lokasi pantinya memang gak di sini, tapi nanti acaranya di sini, kita pakai lapang belakang aja,” jelas Bu Fatma.

           “Cek cek, satu dua tiga.” Suara Jeno dari mikrofon itu membuat semua menoleh. “Kedengeran jelas, nggak?” tanyanya yang sedang memeriksa speaker yang akan dipakai nanti saat acara.

           “Kedengeran kok, A,” sahut Bu Fatma. “Oiya, ini yang KKN ada berapa orang?” tanya Bu Fatma seraya menghitung jumlah anggota yang hadir. “Ada dua belas?”

           Arjuna yang sedang menggunting-gunting pita di sebelah Dion dan Zuney pun menyahut, “Ada sepuluh, Bu. Yang dua ini, mah, bukan. Mereka kakak tingkat yang lagi main aja.”

           “Titip adik-adik kita ya, Bu. Kalau bandel marahin aja, gapapa, Bu,” tutur Dion yang langsung disambut tawa oleh Bu Fatma.

           “Lho, teteh geulis kemana?” tanya Hakim yang kini menjenjangkan lehernya, mencari seseorang.

           Zuney mengrenyit. “Siapa teteh geulis?”

           “Teh Prima, sama....” lagi-lagi Hakim celingukan. “Si Mahen kemana, sih?”

           “Hah?” Zuney pun ikut mencari dua orang itu. “Di posko kali.”

           Ucapan Zuney sontak membuat semua anggota melirik ke arahnya. Seolah meminta klarifikasi, apakah benar Mahen sedang bersama Prima? Dan Zuney yang kebingungan mendapat tatapan itu pun hanya mengangkat kedua bahunya.

           “Wah, gak bener.” Yudha tertawa. “Susulin, Ney. Gak baik berdua di posko.”

           Dion ikut menambahkan, “Iya, Ney, tengok dulu, tuh. Anggota lo, kan, itu?”

           “Anggota gue, Bang. Ketuanya gue,” tukas Arjuna yang segera berdiri. “Gue cek dulu, ya.”

           “Gue ikut!” Zuney ikut berdiri. “Gue ikut,” ulangnya.

           Arjuna menatap Zuney, tidak mengerti dengan jalan fikiran gadis itu. sudah jelas-jelas hatinya pasti akan kembali sakit, namun Zuney tetap keras kepala. Arjuna lantas menghela nafas. “Yaudah ayo.”

           “Eh, Mas!” panggil Dion pada Arjuna. “Nanti kalau ketemu Prima, suruh siap-siap, ya. Abis gue bungkus ini, kita mau pulang.”

           Arjuna mengangguk.

           Lalu Arjuna dan Zuney kini melangkah keluar, menyusuri jalanan kampung yang tenang dan sunyi. Padahal waktu baru menunjukkan pukul delapan malam.

           “Ney, lo yakin gapapa?” tanya Arjuna memastikan.

           Zuney mengangguk. “Yakin. Kan ada lo.”

           Arjuna mengerutkan dahi. “Kenapa emangnya kalau ada gue? Berharap gue yang bisa menangkal rasa sakit itu?”

           “Hah? E-enggak, lah!”

           “Jangan bergantung sama orang lain, Ney. Kalau sekiranya nanti lo bakalan sakit hati, lo bisa puter balik ke rumah Bu Fatma,” kata Arjuna seraya menghentikkan langkah. “Gue anter lo puter balik aja, ya? Gak tega gue liat lo nangis mulu.”

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang