Pukul sembilan malam, posko mereka kedatangan pemuda-pemuda desa. Kang Tedi bahkan sampai membawa gitar, dan mahasiswa menyambut mereka dengan gembira."Boleh main, nggak?" tanya Kang Tedi saat sudah di depan pagar posko.
"Ya boleh atuh, Kang. Masuk aja, gak dikunci, da," ajak Hakim. "Bentar ya, Kang, saya panggil barudak dulu."
Kang Tedi, Kang Wika, Ryanda, Kang Jeffri dan Kang Derry pun membawa tikar, jagung serta alat pemanggang.
"Wah ada Akang-Akang!" Zuney kini membantu Ryanda untuk menggelar karpet di teras.
"Teh, suka jagung bakar, nggak?" tanya Kang Jeffri yang sedang memperisapkan bumbu.
Zuney menggeleng. "Nggak, Kang. Aku lebih suka senyum Akang."
"Ciyaaat!!" Kang Tedi tertawa.
Kang Jeffri tertawa, lalu daun telinganya berubah kemerahan. "Ah si teteh, mah."
"Jangan mau sama dia mah, Kang. Semua cowok dikatain ganteng," celetuk Arjuna yang membantu Kang Wika menusuk jagung.
Zuney menatap tajam pada Arjuna. "Nggak, tuh. Gue gak pernah bilang lo ganteng, ya!"
"Belum aja liat pesona gue." Arjuna menampilkan wajah menyebalkannya.
"Kayanya untuk urusan pesona tuh Mahen juaranya. Iya nggak, sih?" Qistiya ikut duduk di atas karpet, dekat Zuney.
"No comment." Zuney kini menekuk lututnya.
Mahen pun datang bersama minuman soda yang dia bawa dari kulkas. "Segini cukup nggak, ya?"
"Kurang, kurang. Kan masih banyak di kulkas." Charlo kini melangkah masuk ke posko. Untuk mengambil kekurangan minuman mereka.
"Kang, di sini ada tempat buat main, nggak?" tanya Jendra yang sudah mengipas-ngipas jagung.
"Ada, Kang. Banyak! Mau ke curug? Hayu! Mau hiking? Hayu! Banyak gunung di sini, mah. Atau mau yang deket, Parang Gombong, tempat ngecamp, enakeun pisan!" papar Kang Tedi bersemangat.
"Ngecamp yuk, ah, barudak!" usul Kang Derry.
"Di Parang Gombong tea, Der?" sahut Kang Jeffri.
"Ih iya! Ryan juga pernah ke sana! Hayuk teteh-teteh, di Parang Gombong bagus tempatnya." Ryanda sangat antusias.
"Wah, mantap, tuh! Gimana, Jun?" tanya Jendra pada Arjuna.
Arjuna mengangguk-anggukkan kepalanya. "Boleh, asal semua proker udah beres. Jangan sampai kita lupa tujuan utama kita ke sini untuk apa."
"Refreshing, lah, Jun. Sekali-sekali," kata Hakim seraya memangku gitar kesayangannya.
"Iya, boleh. Tapi gue bilang kalau semua urusan kita udah selesai!"
Hakim terdiam, lalu tidak menanggapi lagi sang ketua.
Zuney melihat keributan itu akhirnya melesai. "Udah, udah. Gue coba searching dulu, siapa tau kita ada waktu luang sebelum KKN selesai." Zuney merogoh saku celananya. "Eh, lupa, hape gue di charge."
"Nih, Kak. Pakai hapeku aja." Panji mengangsurkan ponselnya.
"Passwordnya?" tanya Zuney yang sudah memegang ponsel Panji.
"Dua belas, nol sembilan, dua puluh."
Zuney mengetikkan angka-angka yang disebutkan Panji. Namun perlahan jarinya terhenti. "Ini... angka apa, Ji? Kok Aku kayanya gak asing."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Novela JuvenilIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...