spin off _ talking with girls

143 22 0
                                    

Sepulang dari masjid, Zuney segera melepas mukenanya, lalu melipatnya dan menaruhnya di kamar. Gadis cantik itu melihat Qistiya sedang merapikan kopernya, sedangkan Vannesa sedang melipat baju-baju yang sudah kering.

            “Lo mau nyicil barang-barang, Qis? Kan pulangnya masih lama.” Zuney mendekat pada Qistiya.

            “Iya, Ney. Gue mau nyicil naro di kosan dikit-dikit. Tapi itu juga kalau ada yang mau balik.” Qistiya tertawa.

            “Eca juga, ah. Mau nitip ke Nana aja. Dia kan bakal pulang pas idul adha.” Vannesa ikut menimpali.

            “Oh, Mmm

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

            “Oh, Mmm.” Zuney mengangguk-anggukkan kepala. “Gais, gue mau cerita.”

            Qistiya dan Vannesa segera menoleh. “Cerita apa?”

            “Gue bingung sama sikap Juna,” gumam Zuney seraya termenung. “Kemarin pas gue anter Kak Dion sampe parkiran, temen ceweknya Juna tuh kaya bilang kalau selama ini dia suka sama Juna, tapi lo semua tau gak apa yang Juna lakuin?”

            “Nolak?” tebak Qistiya.

            Zuney mengangguk. “Ih kok lo tau, sih?”

            “Ketebak, lah.” Vannesa melipat kakinya. “Eca liat tuh kemarin Juna selalu liatin lo, Ney.”

            “Terus terus?” Qistiya seolah tak sabar dengan ending cerita.

            “Terus Juna narik tangan gue, bilang ke temen ceweknya kalau di hati dia udah ada gue. Gitu, gais. Gue harus gimana?” Zuney terlihat amat bingung.

            “Oh my....” Qistiya menutup mulutnya dengan telapak tangan. “Gak nyangka banget, sumpah!”

            “Demi apa Juna bilang gitu?” Vannesa memegang dadanya sendiri. “Ih kok Eca jadi deg-degan sih, Ney?”

            Zuney mengacak rambutnya sendiri. “Kalian aja nggak nyangka, kan? Apalagi gue, gais!!”

            “Terus, terus? Lo jawab apa?” tanya Qistiya.

            “Gue nggak dikasih kesempatan buat jawab, Qis. Juna bilang, gue gak perlu bingung, karena dia gak nembak gue.”

            “Hah? Sumpah, kok bisa-bisanya dia memporak-porandakan perasaan lo, terus bilang jangan bingung?” Qistiya sangat tidak terima mendengar perkataan Zuney. “Wah... Gak habis thingking gue!”

            “Mungkin Juna takut hati lo masih di Mahen kali, Ney,” asumsi Vannesa.

            Zuney mengerutkan dahi, sembari menghembuskan nafas. “Iya kali, ya?”

            “Ney, Ney.” Qistiya menepuk lutut Zuney. “Coba sekarang gue tanya, di hati lo lagi ada siapa?”

            Zuney menarik bola matanya ke atas. “Ada Allah.”

            Qistya berdecak lidah. “Ya itu mah wajib, Ney. Kok lo jadi bego, sih?”

            Vannesa tertawa mendengar celetukan Qistiya. “Qis, maklum kepalanya abis ketembak Juna.”

            “Ney, fokus, okey?” Qistiya memegang pundak Zuney. “Lo jujur sama gue, lo masih suka sama Mahen, nggak?”

            Zuney menggeleng.

            “Enggak? Apa nggak tau?”

            “Lebih tepatnya gue lebih nerima keadaan, Qis. Gue gak mungkin terus mempertahankan perasaan gue buat Mahen, kan?” papar Zuney.

            “Pinter. Berarti kita anggap clear ya sama Mahen?”

            Zuney mengangguk. “Clear.

            “Sekarang hati lo sama Juna gimana? Soalnya, gue  bener-bener kaget banget pas tau Juna suka sama lo.” Qistiya bertanya serius. “Kayak... Gak ketebak.”

            “Gue harus gimana, dong, Qis? Ca?” Zuney menatap kedua temannya, memohon bantuan atas kebingungan yang sedang melandanya. “Soalnya mustahil banget gak sih ada cowok ganteng yang suka sama gue?”

            Vannesa menukas, “kenapa mustahil? Lo tuh cantik, Ney. Lo layak banget buat dicintai.”

            “Tau, nih. Insecure mulu lo, Ney. Siapa sih cowok yang gak suka sama lo?”

            “Mahen,” celetuk Zuney.

            “Astaga, Ney.” Qistiya mengurut pelipisnya. “Mahen mah beda, dia udah ada cewek.”

            “Ya, makannya, gue aneh aja, Qis, Ca. Ini first time gue ngerasa ada yang suka sama gue. After gue hidup selama dua pulun satu tahun, gue selalu mengalami cinta bertepuk sebelah tangan, cinta sepihak.” Zuney benar-benar mencurahkan isi hatinya. “Gue selalu berakhir dengan rasa yang gue punya sendirian.”

            “Ney, dengerin gue.” Qistiya menatap lurus pada Zuney. “Mulai sekarang, stop berpikir kaya gitu. Mungkin dulu timing nya gak pas, atau lo belum siap aja kalau ternyata rasa yang lo punya berbalas. Tapi sekarang lo bisa liat sendiri, kan? Arjuna, Ney... Arjuna yang suka sama lo. Dia mimpin sepuluh kepala aja bisa, apalagi buat mimpin hubungan kalian berdua nantinya, iya, kan?”

            “Ya tapi Juna suka sama gue karena apa, coba?” Zuney terlihat murung.

            “Ya itu yang harus lo tanya langsung sama Juna, Ney,” sahut Vannesa.

            “Iya, bener kata Eca, Ney. Nanti kalau ada waktu, lo ngobrol deh tuh berdua sama Juna. Ngobrol dari hati ke hati, tanyain alesannya kenapa dia bisa suka sama lo. Terus dari situ lo bisa narik kesimpulan kalau Juna nembak lo, lo bisa ambil keputusan mau terima atau enggaknya.” Qistiya sudah seperti seorang ibu yang menasihati anak gadisnya.

            “Gitu, ya?” Zuney masih terlihat cemberut. “Terus sekarang gue mesti bersikap gimana?”

            “Ya... Lo biasa aja, Ney. Bisa kan bersikap biasa aja? Seolah-olah gak ada yang terjadi diantara kalian berdua,” saran Qistiya.

            Vannesa mengangguk setuju. “Bener. Itu salah satu sikap yang menunjukkan kalau lo menghargai perasaannya Juna, Ney. Jangan ngejauh dari Juna, ya?”

            Zuney mengangguk pelan, berusaha mencerna nasihat-nasihat dari Qistiya dan Vannesa.

            “Duh, sayangnya gue, sini peluk dulu.” Qistiya menarik Zuney kedalam pelukannya. “Jangan suka insecure ya Ney. Lo itu cantik, keren, jadi wajar kalau cowok suka sama lo.”

            Zuney tersenyum mendengarnya, dalam dekapan Qistiya, Zuney menarik Vannesa, sehingga mereka berpelukan. “Gais, gue seneng banget dipertemukan sama kalian. Makasih udah jadi temen cerita gue. Gue sayang banget sama kaliaaaaan.”

            “Eca juga, sayang banget sama kalian!!” Vannesa memeluk erat Zuney dan Qistiya.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang