36 - the power of team

198 31 2
                                    

Dikarenakan Qistiya dan Vannesa sedang tidak ada di posko. Maka Zuney meminta teman-temannya untuk tidur bersama di ruang tengah. Hingga akhirnya kini gadis cantik itu berbaring di sudut paling kiri. Disampingnya ada Ardana yang sudah tertidur pulas, di samping Ardana ada Charlo yang masih saja memainkan ponselnya, walau terus saja mendapat teguran dari Arjuna, namun cowok itu masih tetap memerhatikan layar ponselnya.

            “Gue nunggu kabar mereka, Jun. Khawatir gue,” argumennya.

            “Emangnya lo chatt siapa? Mahen atau Panji?” tanya Arjuna yang tidak bisa tidur karena masih ada cahaya di sampingnya.

            “Qisti,” gumam Charlo.

            “Hm. Tau gue.” Zuney kini menelungkup, merapikan rambut panjangnya.

            “Tau apa?” Arjuna ikut menelungkup, lalu memandang Zuney. “Ada yang kalia rahasiain dari gue?”

            “Kagak, Jun. Aelah.” Charlo mematikan ponselnya. “Udah tidur, yuk. Udah jam dua. Jangan ribut mulu, Pak, Bu.”

            Arjuna mengrenyit, namun kini cowok itu memilih untuk merebahkan tubuhnya. “Ish, Jen, geseran dikit napa.” Arjuna menyingkirkan tubuh Jendra menggunakan kakinya.

            “Gerah banget gue.” Charlo mengibas-ngibaskan tangannya di hadapan wajah. “Heran gue sama adek lo, Jun. Dia tidur apa mati, sih? Tenang banget. Gak gerak-gerak,” komentarnya sembari melihat Ardana.

            Arjuna terkekeh. “Emang gitu dia. Mau ada tsunami juga gak akan keganggu.”

            Zuney tersenyum. Lalu gadis cantik itu memiringkan tubuhnya, menghadap pada Ardana yang sudah terlelap. Menilisik dengan seksama siluet wajah Ardana yang tampan. Dan pada beberapa bagian, Zuney bisa melihat sosok Arjuna di wajah Ardana. Dan Zuney kembali mengingat bagaimana sikap mereka yang bertolak belakang, namun tersimpan sejuta kasih sayang dalam hati masing-masing.

            “Andai gue punya saudara kaya lo berdua.” Zuney bergumam dalam hati.

***

            Pukul setengah empat pagi, suhu di ruang tengah menjadi sangat dingin. Zuney menarik selimut yang dipakainya. Lalu sayup-sayup Zuney mendengar Arjuna sedang berbicara, dengan sangat berat gadis cantik itu membuka matanya, lalu beranjak duduk.

            “Lo gimana, Ca? Anak-anak khawatir banget sama lo. Mama lo gimana? Udah baikan?”

            Rupanya Arjuna sedang berbicara dengan Vannesa di teleponnya.

            “Udah gapapa. Lo di sana aja dulu, nanti gue yang izin ke Pak Aydan. Tenang aja. Anak-anak udah pada pulang belum? Mereka nginep di sana? Oh yaudah gapapa. Iya, oke. Sama-sama. Makasih mulu. Udah ya, gue mau lanjut tidur. Iya, Ca. Sama-sama.”

            Dan saat sambungan telepon terputus, Arjuna menghela nafas. Kepalanya terasa berat. Lalu dia memandang Zuney yang juga sedang memandang ke arahnya. “Bisa biasa aja nggak liatin guenya?”

            “Kenapa? Lo kaget? Kan gue cuma diem, masih salah?” tanya Zuney seraya mengikat rambutnya.

            “Salah.”

            Zuney berdecak. “Salah mulu gue di mata lo. Lama-lama gue pindah juga nih ke hidung lo.” Lalu Zuney bangkit berdiri.

            “Mau kemana lo?” tanya Arjuna.

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang