“Gais, kumpul, yuk!” Arjuna yang baru saja menarik satu toples keripik pisang itu duduk di ruang tengah, memberi intruksi kepada teman-temannya untuk kumpul. Padahal waktu sudah menunjukkan pukul setengah dua belas malam.
“Apa? Apa?” Hakim mendekat, disusul oleh semua anggota.
“Udah semua kumpul, kan?” Arjuna terlihat menghitung jumlah anggotanya. “Oke, pas ya ada sepuluh orang.” Lalu Arjuna menutup toples itu. “Untuk kegiatan hari ini ada dua, ada posyandu sama imunisasi di SD satu.”
“Kok imunisasi, Kak? Bukannya kita mau PHBS, ya?” tanya Panji yang terlihat bingung.
“Iya, kemaren gue sama Mahen udah ke SD, minta waktu buat PHBS tapi udah ada jadwal imunisasi buat kelas satu, dan kita diajak join.”
Semua nampak mengangguk-anggukkan kepala.
“Kita bagi tim, ya?” usul Arjuna.
Zuney menggeleng. “Nggak, nggak. Nanti malah tim-timan, Jun. Kocok aja.”
“Setuju.” Mahen berkomentar.
Suasana menjadi hening sebentar. Jika biasanya akan mendadak heboh jika ada interaksi antara Zuney dan Mahen, maka kali ini semuanya bungkam, tidak memberi respon apapun, dan... beralih saling menatap satu sama lain.
“Udah kocok aja, gue bikin kocokannya ya.” Qistiya menyobek satu kertas dari buku tulis, kemudian membaginya menjadi lebih kecil lagi. “Gue tulis angka satu nya lima kertas, angka duanya juga lima kertas, ya. Nanti yang dapat angka satu berarti ke posyandu, angka dua ke SD. Setuju?”
“Setuju!!”
Arjuna lekas berdiri. “Kocok aja, gue mau pipis dulu.”
Ardana mengrenyit. “Pipis mulu perasaan,” gumamnya sembari melihat ke arah Arjuna yang sudah berlari ke kamar mandi.
Charlo menyenggol lengan Ardana. “Mas lo kenapa, Na? Udah berapa malem gue kebangun terus gara-gara dia bolak balik ke air.”
Ardana menggeleng. “Gak tau gue.”
Sekembalinya Arjuna ke ruang tengah, Qistiya sudah selesai menggulung-gulung kertas kocokan tersebut.
“Siapa yang mau ngocoknya? Gue deg-degan.” Qistiya hendak menyerahkan gulungan kertas itu.
“Tangan gue nggak wangi.” Hakim menyembunyikan tangannya. “Jangan gue.”
“Yaudah gue aja.” Zuney mengambil alih kertas itu, lalu menangkubkan tangannya, dan menutup tangkuban tangan kanannya dengan tangan kiri. “Siap, ya?” tanya Zuney pada semua temannya. “Nanti pas gue jatohin kertas ini ke lantai, lo semua ambil dan langsung lihat angkanya.”
“Ck, cepetan, Ney! Lama amat!” Arjuna tidak sabar.
Zuney memutar bola mata. “Sabar!” kemudian gadis cantik itu menggerak-gerakkan tangannya, lalu menghamburkan kertas-kertas itu ke lantai.
“AAA!!” teriakan antusias mulai terdengar seiring aksi saling merebut gulungan kertas yang tercecer di lantai.
“Gue dapet angka dua!!” Hakim berseru. “Siapa lagi yang dapat angka dua?”
“Gue! Gue!” ujar Zuney tak kalah heboh. “Eh angka dua itu imunisasi atau posyandu?”
“Imunisasi.” Arjuna membuka gulungan kertas, dan ketika kertas itu terbuka, ada semburat senyum tipis yang muncul di wajah tampannya. “Dua,” ucapnya pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...