50 - Affirmation

178 24 2
                                    

Selepas isya, suasana posko sangat ramai. Mulai dari Kang Jeffri dan teman-temannya, Dion dan pasukannya, juga semua anggota kelompok ini. Acara makan malam kali ini adalah ‘ngaliwet’. Kertas nasi disambung satu persatu sampai memanjang, lalu diletakkan nasi, ayam goreng, telur dadar, ikan asin, lalapan, juga tentunya sambal.

            “Lur, atuh kenalkeun saha ieu teh?” tanya Hakim pada Arjuna yang sedang duduk berdampingan bersama Adhisti.

            “Temen gue, Kim. Naksir lo?” jawab Arjuna seraya menyeruput air minum.

            Hakim tertawa. “Kirain teh pacar!”

            “Doain ya!” sahut Adhisti semangat.

            “Aduh~ Teh Zuney, Teh Zuney,” panggil Kang Tedi, “tadi teh perasaan mah tiris, naha sekarang hareudang ya, teh?”

            “Yeh, pan halodo ayeuna teh, Kang,” sahut Hakim.

            Zuney yang sedang duduk di samping Ardana pun memaksakan diri untuk tertawa. “Kang, mau nambah, nggak? Masih banyak lho nasinya ini.”

            “Eh, nasi dong nasi.” Charlo yang sedari tadi sunyi karena fokus pada makanan pun akhirnya bersuara.

            Zuney menyerahkan magic-com pada Charlo. “Eh, sisain buat Mahen sama Kak Prima ya itu.”

            “Lah, mereka kenapa gak makan bareng?” tanya Arjuna.

            “Sibuk, Mas, ngerjain PKM yang dibilang Pak Aydan itu lho.” Ardana kini mencomot nasi yang ada di hadapan Zuney. “Minta, yak. Gak akan abis, kan?”

            Mahen dan Prima sedang berada di ruang tengah, mereka terlihat fokus menyelesaikan project PKM yang sudah tembus PIMNAS.

            “Hen! Makan dulu, sini!” Dion memanggil. “Prim! Ayo makan dulu!”

            “Iya, Bang! Bentar dulu!” sahut Mahen.

            Tak lama kemudian, Mahen dan Kak Prima datang, otomatis Arjuna bergeser, untuk memberi ruang pada Mahen dan Prima untuk bergabung.

            “Kak, kalian berdua pake kertas nasi baru aja, ya?” tanya Zuney seraya menyerahkan satu lembar kertas nasi baru pada Prima. “Soalnya ini udah berantakan banget.”

            Prima terkekeh. “Oke, Ney. Maaf ya kita jadi ngerepotin kelompok kalian.”

            “Iya, ngerepotin banget, Kak!” seru Arjuna tanpa merasa bersalah sedikit pun.

            Zuney meringis. “Omongan Juna tuh gak usah dimasukin hati ya, Kak.”

            “Santai, Ney.” Prima tersenyum.

            “Bang Yudha, lo gak ada niatan bawa pulang temen-temen lo apa?” Arjuna sepertinya sudah muak dengan kehadiran Dion. Padahal sedari tadi Dion tidak mengganggunya.

            Yudha yang sedang memakan ayam goreng itupun mendongak. “Ya gue mah supir, gimana penumpang aja, lah.”

            “Nggak kebalik, Bang?” tanya Jendra yang sudah tertawa.

            “Lo kenapa, sih, Mas? Sensi banget sama gue. Bukannya makasih udah dibawain Adhis. Ya, Dhis?” Dion seolah meminta pembelaan lewat Adhisti.

            “Kayaknya Una gak seneng gue datang, deh, Kak.” Adhisti nampak cemberut. “Pulang yuk, Kak?”

            Dion menggeleng. “Wah, parah lu, Mas, Adhis jadi sedih lho itu.”

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang