Malamnya, mereka sudah duduk melingkar di teras posko. Kang Derry sudah menyiapkan panggangan. Ardana dan Arjuna sedang berusaha menghidupkan api. Sedangkan Zuney, Qistiya dan Vannesa sedang meracik bumbu.
“Ini nih dagingnya.” Mahen mengangsurkan wadah yang sudah berisi puluhan tusuk daging.
Zuney menerima itu. “Dibumbuinnya kapan, sih?”
“Gak tau.” Mahen menghela nafas, lalu duduk di samping Zuney. “Gila, capek banget ya jadi tukang daging.”
Arjuna mengibaskan kipas angin dengan kuat. “Apinya susah banget, sih!”
Semua mengalihkan pandang ke arah Arjuna.
“Apa?” tanya Arjuna pada semuanya.
“Lo kenapa, sih?” Qistiya bertanya heran.
Zuney mendorong-dorong Mahen dengan kakinya. “Hen, sana, sana,” bisiknya.
Mahen tertawa. “Oh, ada yang lagi cemburu? Tenang, Jun, gue gak akan gaet cewek lo.”
Semua tertawa mendengarnya.
“Aduh serem, euy!” Kang Derry tertawa.
Hakim menepuk-nepuk pundak Arjuna. “Kalem atuh, Lur, jangan terlalu dikekang Zuneynya.”
“Enggak. Gue nggak ngekang. Siapa yang ngekang?” Arjuna menjawab dengan tangan masih megipas-ngipas arang.
Ardana tertawa. “Udah, iyain aja, iyain.”
Arjuna menoleh. Lalu memeberikan kipas tangan pada Hakim. “Gue gimana gak cemburu coba? Lo bayangin aja, masa kata Zuney gantengan Mahen.”
“Lah emang iya,” celetuk Hakim.
Zuney menahan tawa. Dan semua orang tertawa puas.
“Fakta, sih, Jun.” Qistiya masih tertawa. “Tapi emang ganteng jadi tolok ukur Zuney? Enggak kan, Ney?”
Zuney terkekeh. “Yaampun, masih aja dibahas, Jun. Gue bercanda doang. Lagian kan gue udah nerima lo. Lo ngeraguin gue, ya?”
“Nggak gitu, Ney.” Arjuna lalu bangkit. “Udahlah, jangan dibahas.”
“Yah, tapi jangan ngambek, atuh.” Zuney cemberut.
Arjuna lalu mendekat pada Zuney, lalu tersenyum. “Iya, enggak.”
Zuney ikut tersenyum. Lalu gadis cantik itu melihat ponsel Arjuna bergetar panjang. “Jun, ada panggilan video call tuh.”
Arjuna seketika melihat ponsel dan tersenyum senang. “Bunda,” ujarnya seraya memperlihatkan layar ponselnya pada Zuney.
“Yaudah, angkat.”
“Deeeek, mau lo apa gue yang angkat?” tanya Arjuna sebelum menerima panggilan itu.
“Mas aja. Adek lagi nanggung,” tolak Ardana ketika menyusun beberapa tusuk sate di atas panggangan.
Arjuna lantas mengangkat ponsel tinggi-tinggi ketika video call sudah tersambung. “Assalamualaikum, Bun.”
“Waalaikumsalam. Lagi apa, Mas? Kayaknya rame banget.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Mel(ingkar) ✔
Teen FictionIni kisah tentang sepuluh orang yang mempunyai kebiasaan duduk melingkar, memecahkan berbagai masalah, dan menabung kenangan masa muda. Berikrar akan selalu berteman selamanya dan berharap tidak ada satu kata yang mampu mengubah lingkaran itu hanya...