23 - Botram Malam Minggu

271 33 8
                                    

"Botram ceunah, gais." Hakim yang baru saja kembali dari warung es kelapa itu kini duduk di tengah, dekat kipas.

"Kata siapa?" sahut Arjuna yang ikut duduk di dekat Hakim.

"Kang Jeffri." Hakim kini mengangsurkan plastik yang berisi baso goreng bumbu pedas. "Mau?"

Arjuna menyomot satu basreng, kemudian memakannya.

"Kita harus nyiapin apa, dong, Jun?" Zuney kini ikut bergabung.

Suasana sore di hari sabtu memang senggang. Tidak ada kegiatan rutin Senja Ceria. Jadi, semua anggota bisa bersantai di posko.

Hakim mengibaskan tangannya. "Nggak usah. Kata Kang Jeffri, barudak mau bawa ikan, ceunah, tapi kita yang olah."

Qistiya merengut. "Ih, gamau, ah, bersihinnya."

Charlo yang sedang asyik memakan baso goreng pun ikut bergabung. "Enggak, gais. Mereka yang bersihin, kita tinggal goreng."

"Jam berapa, tuh? Abis magrib?" tanya Zuney seraya menyomot baso goreng milik Hakim.

Hakim semakin memperlebar rongga plastiknya, agar Zuney bisa lebih leluasa mengambil baso goreng miliknya. "Jam delapan. Kita ngaliwet, aja. Gimana?"

"Ah, setuju! Eca bisa bikin nasi liwet!" Vannesa berseru semangat.

Zuney dan Qistiya bertepuk tangan kagum.

"Biasanya, nasi liwet itu didampingi sama sambel, ikan asin, lalapan," jelas Vannesa lagi.

"Yaudah, gue yang belinya ke warung ibu sayur." Qistiya beranjak berdiri.

"Gue ikut, Ti!!" Charlo berseru, dengan cepat cowok itu mengekor di belakang Qistiya.

Semua yang ada di ruang tengah pun nampak keheranan dan saling tatap, melihat gerak-gerik Charlo yang selalu ingin menempel dengan Qistiya.

"Mereka ada apa, sih?" tanya Hakim penasaran.

Semua kompak menggelengkan kepala.

"Ney, progres lo sama Mahen gimana? Masa kalah cepet sama Qisti Lolo?" Arjuna menyenggol lengan Zuney, kemudian meninggalkan ruang tengah, untuk bergabung ke halaman belakang, mendekat pada Mahen dan Ardana yang sedang mencuci motor.

***

Setelah adzan maghrib berkumandang, anggota laki-laki bergegas ke masjid. Sementara anggota perempuan melakukan sembahyang di posko. Mengingat tidak ada kegiatan divisi keagamaan di malam ini.

Zuney melipat mukenanya, lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur. Menunggu Qistiya yang sedang shalat. Lalu Vannesa nampak sedang merapikan kopernya.

"Ney, lo gimana sama Mahen?" tanya Vannesa.

Zuney yang sedang asyik memainkan ponsel itu melirik Vannesa. "Ha? Gak gimana-gimana, Ca." Lalu gadis itu terkekeh. "Emangnya kenapa, Ca?"

Vannesa ikut tertawa. "Nggak."

"Yang mestinya lo tanyain tuh bukan gue, Ca. Tapi dia." Zuney menggedikkan bahu ke arah Qistiya.

"Gue?" tanya Qistiya setelah selesai salam. "Gue emang kenapa?"

Zuney berdecak lidah. "Lo ada apa sama si Lolo?"

Qistiya mengangkat bahu. "Gak tau. Tapi gue ngerasa kaya lagi dideketin gitu, Ney. Beda aja rasanya."

"Paham, sih, gue." Zuney kembali memainkan ponselnya. "Mahen juga gitu. Ngerdus mulu, macarin guenya kapan?"

Qistiya dan Vannesa tertawa. "Ya sama, Ney. Lolo juga gitu."

Mel(ingkar) ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang